Laman

Selasa, 02 Februari 2010

pengaruh jumlah buku setek terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman tebu (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH JUMLAH BUKU SETEK TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN
TEBU (Saccharum officinarum L.)



LAPORAN




OLEH :

JUNITA SINAMBELA/070301054
BDP-AGRONOMI
II











LABORATORIUM AGRONOMI TANAMAN PERKEBUNAN II
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
PENGARUH JUMLAH BUKU SETEK TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN
TEBU (Saccharum officinarum L.)


LAPORAN


OLEH :

JUNITA SINAMBELA/070301054
BDP-AGRONOMI
II

Laporan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Praktikal Test di Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan II Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan














LABORATORIUM AGRONOMI TANAMAN PERKEBUNAN II
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009


RINGKASAN PERCOBAAN
Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut dimulai pada bulan September 2009 sampai November 2009. Judul dari percobaan ini adalah “Pengaruh Jumlah Buku Setek Tebu Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)”.

Adapun metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan perlakuan jumlah buku setek, yaitu tanpa 2 buku (B1) dan 3 buku (B2). Parameter yang diamati pada percobaan ini adalah persentase mata melentis (%), tinggi tunas (cm) yang diamati seminggu sekali, dan diameter tunas (mm) yang diamati seminggu sekali.

Hasil yang diperoleh pada percobaan ini adalah rataan persentase mata melentis pada perlakuan B1 dan B2 yaitu sebesar 100%. Rataan tinggi tunas 5 MST tertinggi adalah pada perlakuan B2 yaitu sebesar 13,00 cm dan rataan tinggi tunas terendah adalah pada perlakuan B1 yaitu sebesar 10,33 cm. Rataan diameter tunas 5 MST tertinggi adalah pada perlakuan B2 yaitu sebesar 1,33 mm dan rataan diameter tunas terendah adalah pada perlakuan B1 yaitu sebesar 0,98 mm. Rataan jumlah daun 5 MST tertinggi adalah pada perlakuan B2 yaitu sebesar 3,67 helai dan rataan jumlah daun terendah adalah pada perlakuan B1 yaitu sebesar 3,33 helai.


RIWAYAT HIDUP

Junita Sinambela lahir pada tanggal 2 April 1989 di Medan. Anak pertama dari empat bersaudara. Anak dari Bapak P. Sinambela dan Ibu N. Manurung.

Adapun pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
SD Negeri 050721 di Gohor Lama Tamat tahun 2001
SMP Negeri 1 di Hinai Tamat tahun 2004
SMA Negeri 1 di Stabat Tamat tahun 2007

Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB pada pilihan pertama pada tahun 2007 sampai sekarang.
























KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Esa karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari laporan ini adalah “Pengaruh Media Tanam pada Perkecambahan Benih Kakao (Theobroma cacao L.)” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan II Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Balonggu Siagian, MS, Ir. Sanggam Silitonga, MS dan Ir. Lisa Mawarni, MP selaku dosen mata kuliah Agronomi Tanaman Perkebunan II serta kepada abang dan kakak asisten yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, November 2009



Penulis



DAFTAR ISI
RINGKASAN PERCOBAAN i

RIWAYAT HIDUP ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Percobaan 3
Kegunaan Percobaan 3

TINJAUAN PUSTAKA 4
Botani Tanaman 4
Syarat Tumbuh 6
Iklim 6
Tanah 6
Buku Setek Tebu 7

BAHAN DAN METODE 9
Tempat dan Waktu Percobaan 9
Alat dan Bahan 9
Metode Percobaan 9

PELAKSANAAN PERCOBAAN 11
Pengolahan Tanah 11
Pembuatan Juringan 11
Penyediaan Buku Setek 11
Penanaman 11
Pemeliharaan 12
Penyiraman 12
Penyiangan 12
Pengamatan Parameter 12
Persentase Melentis (%) 12
Tinggi Tunas (cm) 12
Diameter Tunas (mm) 12
Jumlah Daun (helai) 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Hasil 15
Pembahasan 16

KESIMPULAN DAN SARAN 18
Kesimpulan 18
Saran 18

DAFTAR PUSTAKA































DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hal.

1. Rataan Persentase Mata Melentis (%)
2. Rataan Tinggi Tunas (cm) 5 MST
3. Rataan Diameter Tunas (mm) 5 MST




































DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Hal.

1.








































DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Hal.

1. Persentase Mata Melentis
2. Rataan Tinggi Tunas (cm) 1 MST
3. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tunas (cm) 1 MST
4. Rataan Tinggi Tunas (cm) 2 MST
5. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tunas (cm) 2 MST
6. Rataan Tinggi Tunas (cm) 3 MST
7. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tunas (cm) 3 MST
8. Rataan Tinggi Tunas (cm) 4 MST
9. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tunas (cm) 4 MST
10. Rataan Tinggi Tunas (cm) 5 MST
11. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tunas (cm) 5 MST
12. Rataan Diameter Tunas (mm) 2 MST
13. Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas (mm) 2 MST
14. Rataan Diameter Tunas (mm) 3 MST
15. Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas (mm) 3 MST
16. Rataan Diameter Tunas (mm) 4 MST
17. Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas (mm) 4 MST
18. Rataan Diameter Tunas (mm) 5 MST
19. Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas (mm) 5 MST
20. Rataan Jumlah Daun (helai) 1 MST
21. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 1 MST
22. Rataan Jumlah Daun (helai) 2 MST
23. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 2 MST
24. Rataan Jumlah Daun (helai) 3 MST
25. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 3 MST
26. Rataan Jumlah Daun (helai) 4 MST
27. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 4 MST
28. Rataan Jumlah Daun (helai) 5 MST
29. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 5 MST











PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) telah dikenal dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Tanaman tebu telah dikenal di India sejak seribu tahun Sebelum Masehi. Nama Latin Saccharum yang diberikan Lnnaeus tahun 1753 berasal dari kata Karkara atau Sakkara dalam bahasa Sansekerta dan Prakrit yang berati kristal gula atau sirup yang berwarna gelap. Sehubungan dengan hal tersebut dan oleh ciri-ciri botaninya, kebanyakan peneliti memperkirakan bahwa daerah asal tebu adalah India Utara (Saccharum barberi, Jeswiet), Cina bagian Tenggara (Saccharum sinense, Roxb.) atau dari daerah Pasifik Selatan. Akan tetapi penelitian terakhir menyimpulkan bahwa tanaman tebu berasal dari pulau Irian lalu sejak 3000 tahun yang lampau menyebar ke kepulauan Indonesia dan Malaysia dan kemudian menyebar pula ke Indocina dan India. India adalah negara pertama yang membuat gula tebu (Setyamidjaja dan Husaini, 1992).

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan semusim, yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputa (Graminae) seperti halnya padi, glagah, jagung, bambu dan lain-lain (http://www.kppbumn.depkeu.go.id, 2009).

Tebu (bahasa Inggris: sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tnaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera (http://www.wikipedia.org, 2009).

Tebu atau Saccharum officinarum termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai ujung batangnya mengandung air gula dengan kadar mencapai 20%. Air gula inilah yang kelak dibuat kristal-kristal gula atau gula pasir. Di samping itu, tebu juga dapat menjadi bahan baku pembuatan gula merah (Tim Penulis, 2000).

Sebagai salah satu perbanyakan tanaman secara vegetatif, stek menjadi alternatif yang banyak dipilih orang karena caranya sederhana, tidak memerlukan teknik yang rumit sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja. Stek didefinisikan sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian tanaman (akar, batang, daun, dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu membentuk akar. Dengan dasar itu maka muncullah istilah stek akar, stek batang, stek daun, dan sebagainya. Definisi lain dari stek adalah salah satu cara pembiakan tanaman tanpa proses penyerbukan (generatif) tetapi dengan jalan pemotongan batang, cabang, akar muda, pucuk, atau menumbuhkannya dalam media padat atau cair sebelum dilakukan penyapihan (http://cerianet.agricultur,blogspot.com, 2009).

Penanaman tebu di Indonesia masih menggunakan setek dengan menggunakan setek dengan 3-4 mata tunas. Jenis-jenis bibit untuk penanaman tebu di daerah produksi dapat berupa rayungan, setek pucuk, dongkelan, deran dan sebagainya. Jenis bibit tebu yang secara komersil berumur 6 -7 bulan, panjangnya 1-3 meter dari pengkalnya. mata tunas tebu yang secara komersil masih baik dapat tumbuh sebagai bibit sehingga seluruh batang digunakan sabagai bibit (Munir, 1983).

Tanaman tebu memiliki tingkat produksi gula paling tinggi bila dibandingkan dengan tanaman lain dalam hal ini pemenuhan pokok pemanis. Tanaman tebu menjadi salah satu komoditi paling penting di suatu negara. Di Indonesia, tepatnya di Pulau Jawa, tanaman ini telah dikenal sebelum masehi (Lutany, 1993).

Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah buku setek terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman tebu (Saccharum officinarum L.).

Hipotesis Percobaan


Ada pengaruh jumlah buku setek terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman tebu (Saccharum officinarum L.).

Kegunaan Percobaan
 Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan II Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
 Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Berdasarkan http://agro-budidaya.blogspot.com (2009) sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.

Sebagai tanaman berbiji tunggal (monokotil) tebu berakar serabut. Akar-akar ini keluar dari lingkaran-lingkaran akar di bagian pangkal batang. Akar-akar ini tidak banyak bercabang-cabang dan hampir sama ukurannya. Dalam prakteknya karena ditanam dari bibit stek, maka pada saat bibit stek mulai tumbuh menjadi akar adventif (Setyamidjaja dan Husaini, 1992).

Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi lurus, tidak bercabang, dan tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih. Kulit batang keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasinya. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan. Lapisan ini banyak terdapat sewaktu batang masih muda. Batangnya beruas-ruas dengan panjang ruas 10-30 cm. Batang bawah mempunyai ruas yang lebi pendek. Ruas batang dapat berbentuk tong, silindris, kelos, konis terbalik atau cembung cekung. Ruas batang dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat kedudukan daun. Di setiap daun terdapat mata tunas berbentuk bulat atau bulat panjang. Mata tunas ini yang nantinya tumbuh menjadi bibit (Tim Penulis, 2000).

Daun muncul pada buku, pelepah menabung, melingkari batang; pada setiap kultivar ligulanya berbeda ada yang memita, mendelta, membulan sabit atau membusur; helaian meminta, menggulung pada kondisi kelembaban kritis (http://www.proseanet.org, 2009).

Bunga tebu merupakan bunga majemuk yang tersusun atas malai dengan pertumbuhan terbatas. Sumbu utamanya bercabang-cabang, makin besar makin kecil, sehingga membentuk pyramid. Panjang bunga majemuk 70-90 cm setiap bunga mempunyai 3 daun kelopak 1 mahkota, 3 benag sari, dan 2 kepala putik (Martin, 1991).

Bila tebu dipotong, akan terlihat serat-serat yang terdapat cairan manis. Serat dan kulit batang biasanya disebut sabut dengan persentase sekitar 12,5% dari bobot tebu. Cairannya disebut nira dengan persentase 877,5%. Nira terdiri dari air dan bahan kering. Bahan kering tersebut ada yang larut dan ada pula yang tidak larut dalam nira. Gula yang merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat dalam bahan kering yang larut dalam nira. Akan tetapi , bahan kering yang larut juga mengandung bahan bukan tebu. Jadi da-pat dibayangkan betapa kecilnya persentase gula dalam tebu (Tim Penulis, 2000).


Syarat Tumbuh

Iklim

Sesuai dengan daerah asalnya sebagai tanaman tropis, tanaman tebu tumbuh bak di daerah tropis, tetapi dapat pula ditanam di daerah subtropis sampai garis isoterm 20°C, yaitu pada kawasan yang berada di antara 39° Lintang Utara dan 39° Lintang Selatan (Setyamidjaja dan Husaini, 1992).

Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran rendah dengan jumlah curah hujan tahunan antara 1.500-3.000 mm. Selain itu penyebaran hujannya sesuai dengan pertumbuhan dan kematangan tebu (Tim Penulis, 2000).

Tanah

Tanaman tebu dapat ditanam pada tanah dengan sifat fisik yang berat maupun yang ringan, tanah vulkanik maupun tanah pasir. Tanah alluvial berat sampai agak berat dengan kandungan kapur yang cukup lebih baik untuk ditanami tebu dibandingkan dengan tanah pasir yang ringan. Walaupun demikian, tanaman tebu akan tumbuh lebih baik pada tanah bertekstur lempung-berliat, lempung-berpasir, dan lempung-berdebu (Setyamidjaja dan Husaini, 1992).

Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah tanah yang dapat menjamin ketersediaan air secara optimal. Selain itu, dengan derajat keasaman berkisar antara 5,7-7. Apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH di bawah 5,5 maka perakarannya tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik. Sedangkan apaila pH berada di atas 7,5 maka akan sering mengalami kekurangan unsur P, karena mengendap sebagai kapur fosfat. Derajat keasaman di atas 7,5 juga dapat menyebabkan terjadinya klorosis pada daun, akibat dari tidak cukup tersedianya unsur Fe. Di samping kedua hal terserbut, ada beberapa syarat yang hrus dipenuhi untuk pertanaman tebu. Syarat-syarat tersebut adalah kedalaman efektif minimal 50 cm, tektur sedang sampai berat, struktur baik dan mantap, tidak terdapat lapisan padas, tidak tergenangi air, kadar garam kurang dari 1 milimush/cm3, kadar klor kurang dari 0,06%, serta kadar natrium kurang dari 12% (Tim Penulis, 2000).

Buku Setek Tebu

Perbanyakan tanaman tebu umumnya dilakukan dengan setek. Untuk perbanyakan ini, bibit tanaman yang dibutuhkan adalah bagian batangnya baik bagian pucuk, tengah, maupun pangkal batang. Untuk penanaman skala besar umumnya biasanya bibit diambil dari batang muda tanaman. Bibit batang muda ini harus dari yang masih muda berumur sekirat 5-7 bulan. Pada umur tersebut, mata-mata masih baik dan dapat tumbuh, dengan demikian seluruh batang tebu dapat diambil sekitar 3 setek. Jumlah tiap setek 2-3 tunas bibit batang muda (http://pengawasbenihtanaman.blogspot.com, 2009).

Perbanyakan vegetatif dengan setek mempunyai sifat-sifat unggul serta tidak terserang hama dan/atau penyakit. Selain itu, manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan status fisiologi tanaman sumber juga penting dilakukan agar tingkat keberhasilan stek tinggi (http://stf08.wordpress.com, 2009).

Bibit vegetatif juga memiliki beberapa kelemahan yaitu munculnya variasi somaklonal (somaclonal variation) pada proses perbanyakan di laboratorium yang dapat menyebabkan penyimpangan pertumbuhan fenotif dari sifat genetik tanaman induknya, penuaan dini (early maturation) yang timbul pada anakan hasil perbanyakan yang mengakibatkan penurunan tingkat pertumbuhan, berkurangnya kemampuan berakar, percepatan pembungaan hingga terjadi pembungaan pada awal-awal tahun pertumbuhan dan memiliki kecenderungan mengalami pertumbuhan ke samping (http://bpk-aeknauli.org, 2009).

Apabila dalam satu setek ini ada dua mata tunas atau lebih, yang ditanam secara horizontal dan mata terletak di kanan dan di kiri maka ternyata mata yang lebih muda (yang terletak lebih atas) akan tumbuh lebih cepat daripada mata yang lebih tua di sebelah bawahnya. Tentang panjang pendeknya setek yang akan ditanam pertumbuhannya tergantung pada kualitas bibit tebu, kondisi tubuh dan pemeliharaan sewaktu muda (Soetopo, 1994).

Stek (cutting) adalah suatu teknik mengusahakan perakaran dan bagian-bagian tanaman (cabang, daun, pucuk dan akar) yang mengandung mata tunas dengan memotong dari induknya untuk tanaman, sehingga akan diperoleh tanaman baru. Menurut bentuknya, setek dapat dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain adalah stek akar, stek daun, stek batang, stek umbi dan stek pucuk. Perbanyakan secara stek akan diperoleh tanaman yang baru yang sifatnya seperti induknya. Stek dengan kekuatan sendiri akan menumbuhkan akar dan daun sampai dapat menjadi tanaman yang sempurna dan menghasilkan bunga dan buah (http://mlusmays.multiply.com, 2009).



BAHAN DAN METODE PERCOBAAN



Tempat dan Waktu Percobaan


Percobaan ini dilakukan di areal percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan yang berada pada ketinggian  25 m di atas permukaan laut. Percobaan ini dilakukan pada bulan Agustus hingga November 2009.

Bahan dan Alat Percobaan


Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah batang tebu (Sacharum officinarum L.) sebagai objek percobaan.
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cangkul sebagai alat pengolah tanah, gembor sebagai alat penyiraman, jangka sorong untuk alat mengukur diameter batang, meteran sebagai alat ukur tinggi tanaman, alat tulis dan kertas untuk mencatat data pengamatan.

Metode Percobaan


Metode percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial, yaitu media tanam, dimana :
B1 : 2 buku
B2 : 3 buku
Jumlah blok : 3
Jumlah petak percobaan : 6
Jumlah batang setek per petak : 3
Jumlah seluruh batang setek : 18 benih
Bagan Percobaan



U




S





























PELAKSANAAN PERCOBAAN
Pengolahan Tanah
Lahan dolah dahulu agar tetap gembur, hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan aerasi dan drainase lahan

Pembuatan Juringan
Lahan yang sudah diolah kemudian dibuat juringan dengan panjang juringan 9 meter, lebar juringan 35 cm, kedalaman juringan 30 cm, jarak antara juringan 75 cm, jarak antar blok 50 cm lebar parit keliling 50 cm kedalam parit keliling adalah 40 cm. tanah dari juringan kemudian dinaikkan dari sisi juringan hingga terbentuk gelundungan.

Penyediaan Buku Setek
Disediakan buku setek yang akan ditanam, yaitu dua buku setek (B1) dan tiga buku setek (B2).

Penanaman
Setek yang sudah dipersiapkan kemudian ditananm didalam juringan secara horizontal. Setek disusun sesuai dengan yang telah dirancangkan.



Pemeliharaan
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari, dengan melihat keadaan bila hari hujan tidak dilakukan penyiraman. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila ada gulma dalam juringan. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan cangkul atau mencabut dengan tangan setiap minggunya.

Pengamatan Parameter
Persentase Mata Melentis (%)
Persentase mata melentis dapat dihitung dengan rumus:
Persentase mata melentis =

Tinggi Tunas (cm)
Diukur dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan dari pangkal tunas sampai daun terpanjang. Tinggi tunas diukur seminggu sekali.

Diameter Tunas (mm)
Pengukuran diameter batang tunas dilakukan dengan jangka sorong yang dilakukan dua kali yaitu arah utara-selatan dan arah timur-barat. Jumlah pengukuran kemudian dibagi dua. Diameter tunas diukur seminggu sekali.

Jumlah Daun (Helai)
Jumlah daun mulai dihitung pada 2 MST sampai 5 MST dengan menghitung jumlah daun yang telah terbuka sempurna pada tunas tebu.









HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Persentase Mata Melentis (%)
Data persentase mata melentis dapat dilihat pada lampiran 1.
Perlakuan B1
Persentase mata melentis (%) =
= = 100 %
Perlakuan B2
Persentase mata melentis (%) =
= = 100 %
Persentase mata melentis terdapat pada perlakuan B1 dan B2 adalah 100%.

Tinggi Tunas (cm)
Data hasil pengamatan tinggi tunas 1 – 5 MST dapat dilihat pada lampiran 2, 4, 6, 8, 9, dan 10. Analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 3, 5, 7, 9, dan 11. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan jumlah buku stek berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tunas 1 – 5 MST.



Data rataan tinggi tunas 5 MST dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Tinggi Tunas (cm) 5 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
B1
B2 10.00
13.00 10.00
15.00 11.00
11.00 31.00
39.00 10.33
13.00
Total 23.00 25.00 22.00 70.00 23.33
Rataan 11.50 12.50 11.00 35.00 11.67

Dari Tabel 1 diketahui bahwa rataan tinggi tunas 5 MST tertinggi terdapat pada perlakuan B2 yaitu 13.00 cm dan terendah pada perlakuan B1 yaitu 10.33 cm.

Diameter Tunas (mm)
Data hasil pengamatan diameter tunas 2 – 5 MST dapat dilihat pada lampiran 12, 14, 16, dan 18. Analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 13, 15, 17, dan 19. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan jumlah buku stek berpengaruh tidak nyata terhadap diameter tunas 2 – 5 MST.

Data rataan diameter tunas 5 MST dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Diameter Tunas (mm) 5 MST
Perlakuan Blok Total Rataan

I II III
B1
B2 1.01
1.20 0.90
1.30 1.03
1.50 2.94
4.00 0.98
1.33
Total 2.21 2.20 2.53 6.94 2.31
Rataan 1.11 1.10 1.27 3.47 1.16

Dari Tabel 2 diketahui bahwa rataan diameter tunas 5 MST tertinggi terdapat pada perlakuan B2 yaitu 1.33 mm dan terendah pada B1 yaitu 0.98 mm.

Jumlah Daun (helai)
Data hasil pengamatan jumlah daun dapat dilihat pada lampiran 20, 22, 24, 26, dan 28. Analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 21, 23, 25, 27, dan 29. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan jumlah buku stek berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun 1 – 5 MST.

Data rataan jumlah daun 5 MST dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Jumlah Daun (helai) 5 MST
Perlakuan Blok Total Rataan

I II III
B1
B2 4.00
5.00 3.00
3.00 3.00
3.00 10.00
11.00 3.33
3.67
Total 9.00 6.00 6.00 21.00 7.00
Rataan 4.50 3.00 3.00 10.50 3.50

Dari Tabel 3 diketahui bahwa rataan jumlah daun 5 MST tertinggi terdapat pada perlakuan B2 yaitu 3.67 helai dan terendah pada B1 yaitu 3.33 helai.

Pembahasan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh data untuk persentase mata melentis terdapat pada perlakuan B1 dan B2 adalah 100%. Dimana jumlah mata tunas belum tentu memberikan pertunasan yang banyak. Hal ini disebabkan kondisi lapangan yaitu iklim dan cuaca yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tunas tebu. Hal ini sesuai dengan literatur http://stf08.wordpress.com (2009) bahwa manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan status fisiologi tanaman sumber juga penting dilakukan agar tingkat keberhasilan stek tinggi.

Dari hasil pecobaan tinggi tunas tertinggi terdapat pada perlakuan B2 yaitu 13.00 cm dan terendah pada perlakuan B1 yaitu 10.33 cm. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan B2 mata tunasnya lebih muda dibandingkan pada B1. Hal ini sesuai dengan literatur Soetopo (1994) bahwa mata tunas yang lebih muda (yang letaknya lebih atas) akan tumbuh lebih cepat dari pada mata tunas yang lebih tua disebelah bawahnya.

Dari analisis rataan diperoleh rataan diameter tunas tertinggi terdapat pada perlakuan B2 yaitu 1.33 mm dan terendah pada B1 yaitu 0.98 mm. Ini mungkin disebabkan karena kualitas bibit tebu pada perlakuan B2 lebih baik dibandingkan pada perlakuan B1. Hal ini sesuai dengan literatur Soetopo (1994) bahwa pertumbuhan mata tunas yang akan ditanam tergantung pada kualitas bibit tebu, kondisi tumbuh, dan pemeliharaan tanaman.








KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase mata melentis terdapat pada perlakuan B1 dan B2 adalah 100%.
2. Rataan tinggi tunas 5 MST tertinggi terdapat pada perlakuan B2 yaitu 13.00 cm dan terendah pada perlakuan B1 yaitu 10.33 cm.
3. Rataan diameter tunas 5 MST tertinggi terdapat pada perlakuan B2 yaitu 1.33 mm dan terendah pada perlakuan B1 yaitu 0.98 mm.
4. Rataan jumlah daun 5 MST tertinggi terdapat pada perlakuan B2 yaitu 3.67 helai dan terendah pada perlakuan B1 yaitu 3.33 helai.
5. Jumlah buku setek tebu berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tunas, diameter tunas, dan jumlah daun.

Saran
Sebaiknya penanaman setek tebu, bahan setek yang digunakan adalah setek yang sudah cukup umur dan berkualitas baik serta memiliki deskripsi tananam yang cukup jelas.



DAFTAR PUSTAKA
http://agro-budidaya.blogspot.com, 2009. Budidaya Tebu. Diakses pada tanggal 28 September 2009. 2 Pages.

http://bpk-aeknauli.org, 2009 Budidaya Tebu. Diakses pada tanggal 28 September 2009. 2 Pages.

http://mlusmays.multiply.com, 2009. Tebu. Diakses pada tanggal 28 September 2009. 1 Pages.

http://stf08.wordpress.com, 2009 Budidaya Tebu. Diakses pada tanggal 28 September 2009. 2 Pages.

http://www.cerianet-agriculture.blogspot.com, 2009. Budidaya Tebu. Diakses pada tanggal 28 September 2009. 2 Pages

http://www.kppbumn.depkeu.go.id, 2009. Budidaya Tebu. Diakses pada tanggal 28 September 2009. 2 Pages.

http://www.pengawasbenihtanaman.blogspot.com, 2009. Perbanyakan Tanaman Tebu. Diakses pada tanggal 28 September 2009. 2 Pages.

http://www.proseanet.org, 2009. Budidaya Tebu. Diakses pada tanggal 28 September 2009. 2 Pages.

http://www.wikipedia.org, 2009. Tebu. Diakses pada tanggal 28 September 2009. 1 Pages.

Lutany, T. L. 1993. Teori dan Cocok Tanam Tebu. Aneka. Bandung.

Martin, J. P., E. V. Abott., and G. Huges. 1991. Sugar Cane Diseases of The World. Elsier Company. Holland.

Munir, M. E. 1983. “Simanis” Penuntun Bercocok Tanam Tebu. Samudera. Jakarta.

Setyamidjaja, D., dan A. Husaini., 1992. Tebu Bercocok Tanam dan Pasca Panen. CV Yasaguna. Jakarta.

Tim Penulis. 2000. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Tebu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

comment please...