Laman

Sabtu, 31 Oktober 2009

pengendalian gulma jajagoan (Echinocholoa crussgalli L.) pada pertanaman padi (Oryza sativa L.)

PENGENDALIAN GULMA JAJAGOAN (Echinocholoa crussgalli L.) PADA PERTANAMAN PADI (Oryza sativa L.)




PAPER




OLEH :

JUNITA SINAMBELA
070301054/BDP-AGRONOMI
7












LABORATORIUM ILMU GULMA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
PENGENDALIAN GULMA JAJAGOAN (Echinocholoa crussgalli L.) PADA PERTANAMAN PADI (Oryza sativa L.)




PAPER




OLEH :

JUNITA SINAMBELA
070301054/BDP-AGRONOMI
7



Paper Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Praktikal Test
di Laboratorium Ilmu Gulma Departemen Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan



Diperiksa Oleh:
Asisten Korektor



(Rotambatua Nababan)
NIM. 050301035




LABORATORIUM ILMU GULMA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari paper ini adalah “Pengendalian Gulma Jajagoan (Echinochloa crussgalli L.) Pada Pertanaman Padi (Oryza sativa L.)”. Paper ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Ilmu Gulma Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Ilmu Gulma yaitu Prof.Dr.S.J.Damanik, Prof.Dr.Edison Purba, Ir.Toga Simanungkalit, MP serta para asisten Laboratorium Ilmu Gulma yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan paper ini.

Penulis menyadari paper ini banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan paper ini.

Akhir kata penulis mengucapakan terima kasih dan semoga paper ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2009



Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan Penulisan 3
Kegunaan Penulisan 3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Gulma 4
Habitat dan Penyebaran 6
PENGENDALIAN GULMA JAJAGOAN (Echinocholoa crussgalli L.) PADA PERTANAMAN PADI (Oryza sativa L.)

Cara Pengendalian 8
Waktu Pengendalian 10
Jenis - Jenis Bahan Untuk Pengendalian 12

KESIMPULAN 14

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN






PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tingkat hasil padi yang tinggi. Gulma dapat dikendalikan melalui berbagai aturan dan karantina; secara biologi dengan menggunakan organisme hidup; secara fisik dengan membakar dan menggenangi, melalui budi daya dengan pergiliran tanaman, peningkatan daya saing dan penggunaan mulsa; secara mekanis dengan mencabut, membabat, menginjak, menyiang dengan tangan, dan mengolah tanah dengan alat mekanis bermesin dan nonmesin, secara kimiawi menggunakan herbisida. Gulma pada pertanaman padi umumnya dikendalikan dengan cara mekanis dan kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi berpotensi
merusak lingkungan sehingga perlu dibatasi melalui pemaduan dengan cara pengendalian lainnya (http://balitsereal.litbang.deptan.go.id, 2009).

Gulma ialah tanaman yang tumbuhnya tidak diinginkan. Gulma di suatu tempat mungkin berguna sebagai bahan pangan, makanan ternak atau sebagai bahan obat-obatan. Dengan demikian, suatu spesies tumbuhan tidak dapat diklasifikasikan sebagai gulma pada semua kondisi. Namun demikian, banyak juga tumbuhan diklasifikasikan sebagai gulma dimanapun gulma itu berada karena gulma tersebut umum tumbuh secara teratur pada lahan tanaman budidaya (Sebayang, 2005).

Kehadiran gulma dalam areal pertanaman sangat tidak dikehendaki karena akan menyaingi tanaman yang ditanam dalam memperoleh unsur hara, air, dan matahari. Akibat dari serangan gulma dapat menurunkan hasil panen yang cukup besar. Persen kehilangan hasil panen akibat gulma di negara bagian Kolumbia (Amerika Serikat) terhadap kacang-kacangan sebesar 51,1 %, jagung 45,6 %, kentang 16,6 %, dan padi 54,4 % (Wudianto, 1999).

Echinochloa crussgalli adalah gulma musim panas tahunan dengan batang tebal yang dapat mencapai 5 kaki tingginya. Salah satu dari sedikit rumput liar yang tidak memiliki ligula. Ditemukan di seluruh Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko sebagai gulma dari banyak agronomi tanaman, pembibitan, lanskap, dan rumput (http://www.ppws.vt.edu, 2009a).

Herbisida adalah pestisida yang digunakaan untuk mengendalikan gulma. atau tumbuhan penggenggu yang tidak dikehendaki. Karena herbisida aktif terhadap tumbuhan, maka herbisida bersifat fitotoksik (Djojosumarto, 2000).

Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengendalian gulma jajagoan (Echinochloa crussgali L.) pada pertanaman padi (Oryza sativa L.).

Kegunaan Percobaan


 Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Agronomi Ilmu Gulma Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
 Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan..

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Berdasarkan Nasution (1986) taksonomi gulma padi-padian adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Poales Famili : Poaceae Genus : Echinochloa Spesies : Echinochloa crussgalli L.

Akar adalah seperti mahkota, berkembang dengan baik, menembus ke dalam tanah turun sampai 50 cm (http://www.agroatlas.ru, 2009a).

Batang gulma ini biasanya tegak, tebal, tanpa bulu (glabrous), sering bercabang di bagian bawah node, dan mungkin berwarna merah ke merah marun di pangkalan (http://www.ppws.vt.edu, 2009b).

Daunnya rata/datar dengan panjang 10 – 20 cm, lebar 0,5 – 1 cm. Bentuk garis meruncing ke arah ujung, yang mula-mula tumbuh tegak kemudian merunduk, panjang 5 – 21 cm, terdiri dari 5 – 40 cm tandan. Biasanya terbentuk piramid sempit, warna hijau sampai ungu tua (http://cetlanget.wordpress.com, 2009a).
Bunga memiliki seedhead malai terminal berkisar 4-16 inci panjangnya. Malai mungkin hijau ke warna ungu dan bulir terdiri dari individu yang dapat mengembangkan 2-10 mm terminal lama (http://www.ppws.vt.edu, 2009c).

Bulirnya banyak, anak bulir panjang 2 – 3,5 mm, berambut. Kepala sarinya mempunyai diameter 0,6 – 0,85 mm. Buah E. crusgalli disebut caryopsis, berbentuk lonjong, tebal, panjang 2 – 3,5 mm. Biji yang tua berwarna kecoklat-coklatan sampai kehitam-hitaman (http://cetlanget.wordpress.com, 2009b).

Habitat dan Penyebaran


Distribusi tumbuhan ini meliputi Kaukasus, Siberia Barat, Siberia Timur di selatan, dan Timur Jauh, Asia Tengah; selatan Skandinavia, Eropa Tengah dan Atlantik, Mediterania, Asia Minor, Mongolia, Himalaya, Jepang, Cina, Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia, Afrika. Ekologinya yaitu thermophil, hygrophilous, lebih suka ringan oleh struktur mekanik, basah, tidak dikompresi, agak kaya, sangat lembut tanah aluvial. Tumbuh baik terutama di lembab (irigasi dan banjir) ladang, padang rumput basah dan basah. Kelompok tanaman bertemu di padang rumput kering dan ruderal daerah. Daur kelembaban bertahan buruk. Luas digarap gulma pada tanaman di zona stepa. Dalam zona taiga kehilangan makna sebagai tanaman gulma eurysynusic, pertemuan jarang. Mencapai perbatasan utara pertanian. Kelimpahan dan terjadinya penurunan dari selatan ke utara. Ini adalah berlebihan dalam zona Chernozem, Kaukasus dan Timur Jauh. (http://www.agroatlas.ru, 2009b).

Terdistribusi dan tersebar luas di semua wilayah hangat di dunia, baik yang beriklim sedang dan tropis; sering berumput. Di wilayah baratdaya AS, itu terjadi dalam lembab, sering terganggu tanah liat, di rawa-rawa, daerah rembesan, dan di lumpur dan air danau, selokan dan dataran banjir. Ekologi tumbuhan ini mulai dari boreal lembab atau basah hingga tropis sangat kering atau daerah hutan hujan tropis. Echinochloa crussgalli dilaporkan mentoleransi presipitasi tahunan 3,1-25,0 dm (berarti dari 59 kasus = 9,7), suhu tahunan 5,7-27,8 ° C (rata-rata dari 59 kasus = 14,9), dan pH 4,8-8,2 (berarti dari 53 kasus = 6,4). Disesuaikan dengan hampir semua jenis tempat-tempat yang basah, dan sering gulma yang umum di sawah, pinggir jalan, daerah dibudidayakan, dan bidang kosong. Tumbuh di berbagai situs basah seperti selokan, daerah rendah di croplands subur dan basah limbah, sering tumbuh di air. Berhasil di daerah dingin, tapi lebih baik disesuaikan dengan daerah di mana suhu tahunan rata-rata 14-16 ° C. Tidak dibatasi oleh pH tanah (http://www.hort.purdue.edu, 2009).

E. crusgalli terdapat di tempat-tempat basah, kadang-kadang terdapat juga di tempat setengah basah. Di sawah tumbuh bersama padi, akan tetapi umumnya lebih tinggi dan berbunga lebih dulu dari pada padi (http://cetlanget.wordpress.com, 2009c).

PENGENDALIAN GULMA JAJAGOAN (Echinochloa crussgali) PADA PERTANAMAN PADI (Oryza sativa L.)



Cara Pengendalian


Metode pengendalian gulma dapat dikelompokkan ke dalam kelompok kultur teknis, manual, mekanis, kimia dan biologi. Masing-masing pengendalian gulma memiliki keunggulan dan kerugian, dan pengendalian gulma secara tunggal jarang mencukupi bila menginginkan agar pengendalian gulma tersebut efektif dan ekonomis (Sebayang 2005).

Pengendalian gulma dengan sistem budidaya disebut juga cara pengendalian secara ekologis, oleh karena menggunakan prinsip-prinsip ekologi yaitu mengelola lingkungan sedemikian rupa sehingga mendukung dan menguntungkan pertanaman tetapi merugikan bagi gulmanya. Di dalam pengendalian gulma dengan sistem budidaya ini terdapat beberapa cara yaitu: a) Pergiliran tanaman bertujuan untuk mengatur dan menekan populasi gulma dalam ambang yang tidak membahayakan. Contoh: padi-tebu-kedelai, padi-tembakau-padi. Tanaman tertentu biasanya mempunyai jenis gulma tertentu pula, karena biasanya jenis gulma itu dapat hidup dengan leluasa pada kondisi yang cocok untuk pertumbuhannya. Sebagai contoh gulma teki (Cyperus rotundus) sering berada dengan baik dan mengganggu pertanaman tanah kering yang berumur setahun (misalnya pada tanaman cabe, tomat, dan sebagainya). Demikian pula dengan wewehan (Monochoria vaginalis) di sawah-sawah. Dengan pergiliran tanaman, kondisi mikroklimat akan dapat berubah-ubah, sehingga gulma hidupnya tidak senyaman sebelumnya. b) Budidaya pertanaman dilakukan dengan penggunaan varietas tanaman yang cocok untuk suatu daerah merupakan tindakan yang sangat membantu mengatasi masalah gulma. Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutupi ruang-ruang kosong merupakan cara yang efektif untuk menekan gulma. Pemupukan yang tepat merupakan cara untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga mempertinggi daya saing pertanaman terhadap gulma. Waktu tanaman lambat, dengan membiarkan gulma tumbuh lebih dulu lalu diberantas dengan pengolahan tanah atau herbisida. Baru kemudian tanaman ditanam pada tanah yang sebagian besar gulmanya telah mati terberantas. c) Penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops) yang berguna untuk mencegah perkecambahan dan pertumbuhan gulma, sambil membantu pertanaman pokoknya dengan pupuk nitrogen yang kadang-kadang dapat dihasilkan sendiri.

Pengendalian gulma secara biologis (hayati) ialah pengendalian gulma dengan menggunakan organisme lain, seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya. Pengendalian biologis yang intensif dengan insekta atau fungi biasanya hanya ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara luas dan ini harus melalui proses penelitian yang lama serta membutuhkan ketelitian. Juga harus yakin apabila species gulma yang akan dikendalikan itu habis, insekta atau fungi tersebut tidak menyerang tanaman atau tumbuhan lain yang mempunyai arti ekonomis. Sebagai contoh pengendalian biologis dengan insekta yang berhasil ialah pengendalian kaktus Opuntia spp. Di Australia dengan menggunakan Cactoblastis cactorum, dan pengendalian Salvinia sp. dengan menggunakan Cyrtobagous singularis. Demikian juga eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat dikendalikan secara biologis dengan kumbang penggerek Neochetina bruchi dan Neochetina eichhorniae. Sedangkan jamur atau fungi yang berpotensi dapat mengendalikan gulma secara biologis ialah Uredo eichhorniae untuk eceng gondok, Myrothesium roridum untuk kiambang , dan Cerospora sp. untuk kayu apu. Di samping pengendalian biologis yang tidak begitu spesifik terhadap spesies-spesies tertentu seperti penggunaan ternak dalam pengembalaan, kalkun pada perkebunan kapas, ikan yang memakan gulma air dan sebagainya.

Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida. Yang dimaksud dengan herbisida adalah senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma, baik secara selektif maupun non selektif. Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif, terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya. Sehubungan dengan sifatnya ini maka pengendalian gulma secara kimiawi ini harus merupakan pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya tidak berhasil. Untuk berhasilnya cara ini memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang cukup dan untuk itu akan diuraikan tersendiri lebih lanjut.

Yang dimaksud dengan pengendalian gulma secara terpadu yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Walaupun telah dikenal beberapa cara pengendalian gulma antara lain secara budidaya, fisik, biologis dan kimiawi serta preventif, tetapi tidak satupun cara-cara tersebut dapat mengendalikan gulma secara tuntas. Untuk dapat mengendalikan suatu species gulma yang menimbulkan masalah ternyata dibutuhkan lebih dari satu cara pengendalian. Cara-cara yang dikombinasikan dalam cara pengendalian secara terpadu ini tergantung pada situasi, kondisi dan tujuan masing-masing, tetapi umumnya diarahkan agar mendapatkan interaksi yang positif, misalnya paduan antara pengolahan tanah dengan pemakaian herbisida, jarak tanam dengan penyiangan, pemupukan dengan herbisida dan sebagainya, di samping cara-cara pengelolaan pertanaman yang lain.
(http://fp.uns.ac.id, 2009).

Pemberantasan gulma pada padi sawah dapat dilakukan secara mekanik dengan penyiangan manual, tetapi kurang efetif karena memerlukan waktu dan tenaga
yang banyak. Untuk pengendalian secara kimiawi sebaiknya menggunakan senyawa
kimia yang selektif untuk menghambat atau mematikan gulma tetapi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Tanggap atau respon beberapa jenis gulmaterhadap herbisida amat tergantung pada jenis herbisida yang digunakan itulah
yang digolongkan kedalam herbisida selektif atau non selektif. Herbisida berbahan aktif 2,4 dimetilamina (2,4 D) merupakan jenis herbisida yang selektif untuk pertanaman padi, bersifat sistemik artinya dapat bergerak dari daun dan bersama proses metabolisme ikut kedalam jaringan tanaman sasaran (http://stppgowa.ac.id, 2009).

Waktu Pengendalian


Pada dasarnya pengendalian gulma telah dilakukan sejak pra kultivasi yaitu sebelum tanah diolah dan sebelum ada tanaman hingga pasca tumbuh tanaman (post emergence). Dalam hal ini pengendalian yang akan dibahas lebih lanjut yaitu pengendalian secara kimiawi/kemis yaitu dengan aplikasi herbisida. Klasifikasi berdasarkan waktu aplikasi yaitu: a) pra kultivasi, herbisida diaplikasikan sebelum tanah diolah dan sebelum ada tanaman (paraquat) b) pra tanam, herbisida diaplikasikan sebelum tanam, sesudah tanah diolah (triazin, EPTC) c) pra tumbuh, herbisida diaplikasikan sebelum tanaman tumbuh (muncul) (nitralin) d) pasca tumbuh, herbisida diaplikasikan setelah tanaman tumbuh dan muncul, demikian pula gulmanya (MCPA atau propanil pada padi, glyphosat dan dalapon pada karet) (Moenandir, 1990).

Gulma harus dibuang dari tanaman padi sesegera mungkin. Dengan demikian herbisida harus diaplikasikan selama fase pertumbuhan awal tanaman. Waktu aplikasi herbisida bergantung pada struktur herbisida, gulma sasaran, cuaca, praktek budidaya. Herbisida dapat diaplikasikan pada beberapa periode sebelum atau selama periode pertumbuhan tanaman. Pada umumnya herbisida digunakan pada saat pre planting (pra tanam), pre emergence (pra tumbuh) dan post emergente (pasca tumbuh) (Sebayang, 2005).

Herbisida pra-tumbuh adakalanya harus diaplikasikan sesudah tanaman pokoknya ditanam. Misalnya, pada padi sawah, herbisida pra-tanam atau herbisida yang early post emergence harus diaplikasikan pada benih padi yang dipindah-tanamkan. Untuk keperluan ini, harus digunakan herbisida yang benar-benar selektif untuk padi dan harus dilakuikan secara hati-hati sesuai dengan rekomendasinya. Kesalahan menentukan saat aplikasi dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman pokok atau herbisida tidak bekerja efektif. (Djojosumarto, 2000).
Jenis - Jenis Bahan Untuk Pengendalian


Senyawa bahan anorganik yang berasal dari garam dan arang merupakan bahan kimia yang pertama kali digunakan untuk mengendalikan gulma. Berikut merupakan contoh herbisida anorganik yaitu: (1) amonium sulfamat (NH4SO3NH2), (2) borat, (3) natrium khlorat (NaClO3). Sedangkan untuk herbisida organik contohnya yaitu: minyak petrol, arsenik, asam fenoksi-alifatik, difenil eter, nitroanilin, urea, karbamat, senyawa alifatik, fenol, piridazin, piridin (contohnya parakuat), triazin, urasil, heterosiklik nitrogen (tanpa kelas), senyawa nitril, tiokarbamat, sineol, dan herbisida lainnya (seperti metil bromida, glifosat, dan oksifluorfen). Ada pula yang menggunakan mikroherbisida yaitu golongan herbisida yang mengendalikan gulma dengan menggunakan penyakit uang ditimbulkan oleh bakteri, jamur, dan virus. Misalnya Phytophtora palmivora yang digunakan untuk mengendalikan Morrenia odorata, gulma noksius pada tanaman jeruk. Selain itu, ada juga Colletotrichum gloeosporioides yang diperdagangkan dengan merek dagang tertentu dan digunakan pada tanaman padi dan kedelai di Amerika (Sastroutomo, 1992).

Sebagian besar herbisida adalah senyawa organik. Hebisida yang dianggap ideal jika efek racunnya aman, selektif ke padi, efisien dari segi biaya, efektif terhadap gulma, dan tidak meninggalkan pengaruh yang lama di lingkungan. Berdasarkan kelompok kimianya, herbisida dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1)Anilid (butaklor, pretilaklor dan propanil); 2)Bipiridilium (parakuat); 3)Dinitro-anilin (butralin, pendimetalin); 4)Difenil eter (difenox, fluorodiven, oksifluorfen); 5)Organofosfat (glifosat); 6)Asam fenoksi (2,4-D, MCPA); 7)Tiokarbamat (molonate, tiobenkarb); 8)Triazin (simetrin, dimetametrin), 9)Sulfonil urea (bensulfuron), 10)Asam polisiklik alkanoik (fenoxaprop); dan herbisida non kelompok lainnya seperti Bentazon, Chlomethoxynil, Chinmethylin, dll (Sebayang, 2005).











KESIMPULAN

1. Echinochloa crussgalli merupakan salah satu gulma penting pertanaman padi.
2. Gulma dapat menurunkan hasil panen padi yang cukup besar yaitu sekitar 54,4 %.
3. Metode pengendalian gulma dapat dikelompokkan ke dalam kelompok kultur teknis, manual, mekanis, kimia, biologi dan pengendalian gulma terpadu yang merupakan gabungan dari beberapa metode tersebut.
4. Pada dasarnya pengendalian gulma telah dilakukan sejak pra kultivasi yaitu sebelum tanah diolah dan sebelum ada tanaman hingga pasca tumbuh tanaman (post emergence) dan mencakup aspek kultur teknis yaitu penyiangan tanaman.
5. Berdasarkan kelompok kimianya, herbisida dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1)Anilid (butaklor, pretilaklor dan propanil); 2)Bipiridilium (parakuat); 3)Dinitro-anilin (butralin, pendimetalin); 4)Difenil eter (difenox, fluorodiven, oksifluorfen); 5)Organofosfat (glifosat); 6)Asam fenoksi (2,4-D, MCPA); 7)Tiokarbamat (molonate, tiobenkarb); 8)Triazin (simetrin, dimetametrin), 9)Sulfonil urea (bensulfuron), 10)Asam polisiklik alkanoik (fenoxaprop); dan herbisida non kelompok lainnya seperti Bentazon, Chlomethoxynil, Chinmethylin, dll.




DAFTAR PUSTAKA

Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bpadi/satulima.pdf. 2009. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009.

http://cetlanget.wordpress.com/2009/07/12/identifikasi-gulma-gulma-dominan-pada-pertanaman-padi-sawah-dan-usaha-pengendaliannya-di-kecamatan-samatiga-kabupaten-aceh-barat/. 2009a,b&c. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009.

http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-4.htm. 2009. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009.

http://stppgowa.ac.id/download/Vol_3_No_1.../MuhammadKadir.pdf. 2009. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009.

http://www.agroatlas.ru/en/content/weeds/Echinochloa_crusgalli/&ei=WOPiSoTHJcuJkQXPri6AQ&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=15&ved=0CDcQ7gEwDg&prev=/search%3Fq%3DEchinochloa%2Bcrusgalli%26hl%3Did%26sa%3DG, 2009a&b. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009.

http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy/Echinochloa_crusgalli.html&ei=WOPiSoTHJcuJkQXPri6AQ&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=11&ved=0CCsQ7gEwCg&prev=/search%3Fq%3DEchinochloa%2Bcrusgalli%26hl%3Did%26sa%3DG. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009.

http://www.ppws.vt.edu/scott/weed_id/echcg.htm&ei=H-biSvzlNcz-kAXTg4i2AQ&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=5&ved=0CBcQ7gEwBDgK&prev=/search%3Fq%3DEchinochloa%2Bcrusgalli%26hl%3Did%26sa%3DN%26start%3D10, 2009a,b&c. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2009.

Moenandir, J. 1990. Fisiologi Herbisida. CV Rajawali Pers. Jakarta.

Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Kaaret Sumatera Utara dan Aceh. PT Gramedia. Jakarta.

Sastroutomo, S.S. 1992. Pestisida Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sebayang, H.T. 2005. Gulma dan Pengendaliannya pada Tanaman Padi. Brawijaya University Press. Malang.

Wudianto, R. 1999. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rabu, 07 Oktober 2009

pengaruh media tanam dan kompos azolla (Azolla sp.) terhadap pertumbuhan kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) D X P di pre nursery

PENGARUH MEDIA TANAM DAN KOMPOS AZOLLA (Azolla sp.) TERHADAP PERTUMBUHAN KECAMBAH
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) D X P
DI PRE NURSERY


LAPORAN

OLEH :
JUNITA SINAMBELA
070301054/BDP-AGRONOMI
16





LABORATORIUM AGRONOMI TANAMAN PERKEBUNAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
PENGARUH MEDIA TANAM DAN KOMPOS AZOLLA (Azolla sp.) TERHADAP PERTUMBUHAN KECAMBAH
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) D X P
DI PRE NURSERY

LAPORAN
OLEH :
JUNITA SINAMBELA
070301054/BDP-AGRONOMI
16

Laporan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Praktikal Test
di Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan
Fakultas Pertanian Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh
Dosen Penanggungjawab



(Ir. Balonggu Siagian, MS)
NIP. 130 806 538

Diketahui Oleh:
Asisten Koordinator



(Eko Andi Pasaribu)
NIM. 040301001 Diperiksa Oleh:
Asisten Korektor



(Hayati Silalahi)
NIM. 040301037


LABORATORIUM AGRONOMI TANAMAN PERKEBUNAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
ABSTRACT
The objective of this experiment was to know effect of media and azolla dung in growing of palma’s bud. The experiment was conducted in Agronomi Tanaman Perkebunan I Laboratory Land, Agriculture Faculty, North Sumatera University with altitude ± 25 m above sea level, from March to May 2009. The experiment used Randomized Complete Block Design (RAK) with 2 factors and 4 replications. The first factor was media, top soil, sand, sub soil, and fertilizer. The second one was azolla, 7 gr, 14 gr, and 21 gr. The experiment result showed that media gave significant effect of height and leaves of bud. Azolla gave significant effect of height and leaves of bud, and diameter of stem. Interaction between media and azolla gave significant effect of height and leaves of bud.

Keywords : media, azolla, bud




















ABSTRAK
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh media tanam dan kompos azolla terhadap pertumbuhan kecambah kelapa sawit. Percobaan ini dilaksanakan di lahan percobaan Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan I Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, pada ketinggian ± 25 m dpl dari bulan Maret sampai Mei 2009 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan dan empat ulangan. Faktor I adalah media tanam top soil dan pasir, sub soil dan pupuk kandang. Faktor II adalah kompos azolla 7 gr, 14 gr, 21 gr. Hasil percobaan menunjukkan bahwa media berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas, jumlahdaun. Azolla berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas, jumlah daun, diameter batang. Sedangkan interaksi antara media dan azolla berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas, jumlah daun.

Kata kunci : media, azolla, kecambah








RIWAYAT HIDUP
Junita Sinambela lahir pada tanggal 2 April 1989 di Medan. Anak pertama dari empat bersaudara. Anak dari Bapak P. Sinambela dan Ibu N. Manurung.

Adapun pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
SD Negeri 050721 di Gohor Lama Tamat tahun 2001
SMP Negeri 1 di Hinai Tamat tahun 2004
SMA Negeri 1 di Stabat Tamat tahun 2007

Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB pada pilihan pertama pada tahun 2007 sampai sekarang.

























KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Esa karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari laporan ini adalah “Pengaruh Media Tanam dan Kompos Azolla (Azolla sp.) Terhadap Pertumbuhan Kecambah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)” yang merupakan salah satu syarat unutk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Balonggu Siagian, MS dan Ir. Charloq Nababan, MP selaku dosen mata kuliah Agronomi Tanaman Perkebunan serta kepada abang dan kakak asisten yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2009

Penulis

DAFTAR ISI

ABSTRACT i
ABSTRAK ii
RIWAYAT HIDUP iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan Percobaan 2
Hipotesis Percobaan 2
Kegunaan Percobaan 3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman 4
Syarat Tumbuh 5
Iklim 5
Tanah 6
Pembibitan Kelapa Sawit 7
Media Tanam 10
Kompos Azolla 10

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan 13
Bahan dan Alat 13
Metode Percobaan 13

PELAKSANAAN PERCOBAAN
Persiapan Media Tanam 16
Aplikasi Kompos Azolla 16
Penanaman 16
Pemeliharaan Tanaman 16
Penyiraman 16
Penyiangan 17
Pengamatan Parameter 17
Tinggi Tanaman (cm) 17
Jumlah Daun (helai) 17
Diameter Batang (mm) 17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil 19
Pembahasan 25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 28
Saran 28
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN





























DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
1. Rataan tinggi tunas kelapa sawit 8 MST dari perlakuan media tanam dan
kompos azolla 20
2. Rataan jumlah daun kelapa sawit 8 MST dari perlakuan media tanam dan
kompos azolla 22
3. Rataan diameter tunas kelapa sawit 8 MST dari perlakuan media tanam dan
kompos azolla 24




















DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
1. Histogram tinggi tunas kelapa sawit 8 MST dari perlakuan media tanam
dan kompos azolla 21
2. Histogram jumlah daun kelapa sawit 8 MST dari perlakuan media tanam
dan kompos azolla 23
3. Histogram diameter tunas kelapa sawit 8 MST dari perlakuan media tanam
dan kompos azolla 25













DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal
1. Data tinggi tunas kelapa sawit 1 MST (cm) 30
2. Daftar sidik ragam tinggi tunas kelapa sawit 1 MST 30
3. Data tinggi tunas kelapa sawit 2 MST (cm) 30
4. Daftar sidik ragam tinggi tunas kelapa sawit 2 MST 31
5. Data tinggi tunas kelapa sawit 3 MST (cm) 31
6. Daftar sidik ragam tinggi tunas kelapa sawit 3 MST 31
7. Data tinggi tunas kelapa sawit 4 MST (cm) 32
8. Daftar sidik ragam tinggi tunas kelapa sawit 4 MST 32
9. Data tinggi tunas kelapa sawit 5 MST (cm) 32
10. Daftar sidik ragam tinggi tunas kelapa sawit 5 MST 33
11. Data tinggi tunas kelapa sawit 6 MST (cm) 33
12. Daftar sidik ragam tinggi tunas kelapa sawit 6 MST 33
13. Data tinggi tunas kelapa sawit 7 MST (cm) 34
14. Daftar sidik ragam tinggi tunas kelapa sawit 7 MST 34
15. Data tinggi tunas kelapa sawit 8 MST (cm) 34
16. Daftar sidik ragam tinggi tunas kelapa sawit 8 MST 35
17. Data jumlah daun kelapa sawit 3 MST (helai) 35
18. Daftar sidik ragam jumlah daun kelapa sawit 3 MST 35
19. Data jumlah daun kelapa sawit 4 MST (helai) 36
20. Daftar sidik ragam jumlah daun kelapa sawit 4 MST 36
21. Data jumlah daun kelapa sawit 5 MST (helai) 36
22. Daftar sidik ragam jumlah daun kelapa sawit 5 MST 37
23. Data jumlah daun kelapa sawit 6 MST (helai) 37
24. Daftar sidik ragam jumlah daun kelapa sawit 6 MST 37
25. Data jumlah daun kelapa sawit 7 MST (helai) 38
26. Daftar sidik ragam jumlah daun kelapa sawit 7 MST 38
27. Data jumlah daun kelapa sawit 8 MST (helai) 38
28. Daftar sidik ragam jumlah daun kelapa sawit 8 MST 39
29. Data diameter batang kelapa sawit 4 MST (mm) 39
30. Daftar sidik ragam diameter batang kelapa sawit 4 MST 39
31. Data diameter batang kelapa sawit 5 MST (mm) 40
32. Daftar sidik ragam diameter batang kelapa sawit 5 MST 40
33. Data diameter batang kelapa sawit 6 MST (mm) 40
34. Daftar sidik ragam diameter batang kelapa sawit 6 MST 41
35. Data diameter batang kelapa sawit 7 MST (mm) 41
36. Daftar sidik ragam diameter batang kelapa sawit 7 MST 41
37. Data diameter batang kelapa sawit 8 MST (mm) 42
38. Daftar sidik ragam diameter batang kelapa sawit 8 MST 42







PENDAHULUAN



Latar Belakang


Kelapa sawit ( Elaeis guineensis ) berasal dari Afrika dan masuk ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Soehardjo, dkk., 1996).

Dari tahun 1940-an sampai 1970-an, Nigeria merupakan produsen terbesar minyak sawit dunia, setingkat di atas Indonesia. Malaysia merebut kedudukan Indonesia tersebut pada tahun 1966, satu tingkat di bawah Nigeria. Kini, Malaysia menduduki rangking pertama sebagai produsen minyak sawit dunia. Untuk lebih jelasnya Negara produsen utama minyak sawit dunia adalah Malaysia, Indonesia, Nigeria, Pantai Gading, Colombia, Thailand, Papua Nugini (Tim Penulis PS, 1997).

Bagi Indonesia, tanaman memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional.Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah kepada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (Fauzi, dkk., 2007).

Perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakan pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia. Luas kebun kelapa sawit terus bertambah, dari 1.272 hektar pada tahun 1916 menjadi 92.307 hektar pada tahun 1938 (Hadi, 2004).

Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Sebanyak 85 % lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Menurut Derom Bangun, ketua GAPKI (Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia), pada tahun 2008 diperkirakan Indonesia bias menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Perkebunan kelapa sawit pun bias menghadirkan prestasi-prestasi yang membanggakan dan layak untuk ditiru. Kesemuanya itu bergantung kepada manajemen dan pemimpinnya (Pahan, 2006).

Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah ( CPO atau crude palm oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO atau palm kernel oil) yang tidak berwarna (jernih). CPO atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng atau margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, dan bahan baker alternatif (minyak diesel) (Sastrosayono, 2003).
Dalam keadaan dapat dihasilkan 30-45 kg/ha berarti sama dengan 100 kg urea. Ditemukan juga bahwa azolla tumbuh kembang lebih baik dari pada musim penghujan dari pada musim kemarau. Kegunaan azolla adalah sumber N dapat mengganti pupuk urea samapai 100 kg, pakan ternak/hijauan, pakan ikan, terutama ayam dan itik, menekan pertumbuhan gulma. Tanaman hias, kontrol terhadap perkembangan nyamuk ( http://wikipedia.org, 2008).

Secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation, ketersediaan unsur hara dan ketersediaan asam humat. Asam humat akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral. Secara biologi, kompos yang tidak lain adalah bahan organik merupakan sumber bagai mikroorganisme tanah (Simamora dan Salundik, 2006).

Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh media tanam dan kompos Azolla (Azolla sp.) terhadap pertumbuhan kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) (D x P) di pre nursery.

Hipotesis Percobaan


 Ada pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
 Ada pengaruh kompos Azolla (Azolla sp.) terhadap pertumbuhan kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
 Ada pengaruh interaksi media tanam dan kompos Azolla (Azolla sp.) terhadap pertumbuhan kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

Kegunaan Percobaan


 Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
 Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.



TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman


Menurut Soehardjo dkk. (1996) taksonomi tanaman kelapa sawit adalah :
Divisi : Tracheopita
Subdivisi : Pteropsida
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Cocoideae
Family : Palmae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensiss Jacq.

Tanaman kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, sekunder, tertier, dan kuartier. Akar-akar primer umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan akar sekunder, tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah. Akar kuartier berfungsi menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah. Akar-akar kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai kedalaman ± 1 meter dan semakin ke bawah semakin sedikit (Risza, 1994).

Besarnya batang berdiameter 25 – 75 cm, di perkebunan umumnya 45 – 60 cm ; bahkan pangkal batang bisa lebih besar lagi pada tanaman tua. Biasanya pangkal-pangkal daun melekat beberapa tahun pada batang, berangsur-angsur lepas pada umur 11 tahun, bahkan ada yang sampai 17 tahun pada tanaman setengah liar (Sianturi, 1991).
Daun kelapa sawit bersirip genapdan bertulang sejajar. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri atau bulu-bulu halus sampai kasar. Panjang pelepah daun dapat mencapai 9 m, tergantung pada umur tanaman. Helai anak daun yang terletak di tengah pelepah daun adalah yang terpanjang dan panjangnya dapat mencapai 1,20 m. Jumlah anak daun dalam satu pelepah berkisar antara 120 – 160 pasang (Setyamidjaja, 2006).

Pada tanaman kelapa sawit letak bunga jantan dan bunga betina terpisah, masing-masing tersusun pada tandan yang berbeda tetapi masih dalam satu pohon. Oleh karena itu, tanaman kelapa sawit disebut tanaman berumah satu atau monoceous. Namun demikian, terkadang dalam satu tandan terdapat bunga jantan sekaligus bunga betina. Bunga ini disebut bunga hermaprodit (Hadi, 2004).

Secara botani buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri dari perikarp yang terbungkus oleh eksokarp (kulit), mesokarp (yang secara salah kaprah biasanya disebut perikarp) dan endocarp (cangkang) yang membungkus 1- 4 inti/kernel (umumnya hanya satu). Inti memiliki testa (kulit), endoperm yang padat, dan sebuah embrio (Pahan, 2006).

Syarat Tumbuh


Iklim


Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang utara – selatan 12 derajat pada ketinggian 0 – 500 m dpl. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan uadar, dan angin (Fauzi, dkk., 2007).

Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman heliofil atau menyukai cahaya matahari. Penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadapat perkembangan buah kelapa sawit. Tanaman yang ternaungi karena jarak tanam yang sempit, pertunbuhannya akan terhambat karena hasil asimilasinya kurang (Sastrosayono, 2003).

Yang penting untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalh distribusi hujan yang merata. Kemarau panjang dapat mengakibatkan pengeringan tanah di daerah perakaran yang relatif dangkal sehingga kelembaban tanah bias berada di bawah titik layu permanen. Inilah yang membuat tanaman sawit tumbuh lambat pada daerah beriklim moonson dan produksinya kecil. Kelembaban relatif paling sedikit 75% (Sianturi, 1991).

Selain sinar matahari dan curah hujan yang cukup, untuk tumbuh dengan baik tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum. Suhu optimum itu berkisar antara 29 – 30C. Beberapa faktor yang mempengaruhi suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah suatu tempat, maka akan terjadi kenaikan suhu. Suhu akan berpengaruh terhadap pembungaan dan kematangan buah (Tim Penulis PS, 1997).

Tanah


Kelapa sawit tumbuh pada beberapa jenis tanah seperti podsilik, latosol, hidromorfik, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, organosol dan aluviall Soehardjo, dkk., 1996 ).
Tanah perkebunan kelapa sawit hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Keasaman tanah (pH) 5,0 – 6,5 ; 2) kemiringan lahan 0 -15 ; 3) Solum 80 cm ; 4) ketinggian lahan 0 – 400 m dpl ; 5) Kedalaman air tanah 80 -150 cm dari permukaan ; 6) Drainase baik ; 7) kesuburan kimiawi cukup (diketahui dari hasil analisa tanah) (Hadi, 2004).

Pembibitan Kelapa Sawit


Benih tanaman kelapa sawit memiliki sawit yang tebal. Karena itu perlu persiapan yang lama untuk mengecambahkannya. Setelah buah masak dipanen, tandan buah diperam ( Fermentasi I ) selama 3 hari supaya semua buahnya rontok. Setelah itu, diperam lagi selama 3 hari ( Fermentasi II ) (Sastrosayono, 2003).

Pembibitan merupakan kegiatan – kegiatan awal di lapangan yang bertujuan untuk mempersiapakan bibit siap tanam. Pembibitan harus sudah dipersiapkan sekitar 1 tahun sebelum penanaman di lapangan, agar bibit yang ditanam tersebut memenuhi syarat pertama baik umurnya maupun ukurannya (Setyamidjaja, 2006). Untuk memperoleh bibit yang benar- benar sehat, unggul dan homogen maka bibit hanya dipilih ± 75 % saja. Sedangkan selebihnya 25 % sengaja dibuang (thinning out). Seleksi bibit ini sedemikian ketat karena bibitnya standar akan menentukan masa depan hasil panen dan kualitas tanaman (Rizsa, 1994).

Tahapan bibitan dapat dibagi dua yaitu : prapembibitan (prenursery) dan pembibitan utama (mainnursery) untuk pertumbuhan selanjutnya (Sianturi, 1991).

Alasan lain diperlukannya pembibitan yaitu (1) keadaan kecambah kelapa sawit yang mudah diserang insekta, tikus, dan hama lainnya ; (2) bahan tanaman memerlukan ketegakan habitusnya sehingga tidak miring atau roboh ; sertaa (3) pembibitan diperlukan untuk memperpendek waktu antara persiapan lapangan dan penanaman pertama sehingga begitu lahan siap tanam bibit sudah siap untuk ditanam (Pahan, 2006).

Pemeliharaan dan kondisi bibit dipembibitan sangat menentukan keadaan tanaman dilapangan baik keragaman maupun produktivitasnya. Untuk mendukung pertumbuhan bibit dengan baik, perlu diperhatikan syarat penetapan lokasi pembibitan : 1. Areal harus rata ; 2. Dekat dengan sumber air ; 3. Relatif dekat dengan media Pananaman ; 4. Tidak tergenang air ; 5. Jauh dari sumber hama dan penyakit tanaman (Soehardjo, dkk., 1996).

Seleksi bibit penting dilakukan karena akan menentukan hasil panen dan kualitas kelapa sawit. Untuk mendapatkan tanaman yang bersifat unggul, biji yang dipilih sebaiknya berasal dari persilangan varietas unggul. di Indonesia lebih banyak digunakan bahan tanaman yang berasal dari persilangan Dura dan Pisifera. Hasil persilangan dianggap sebagai persilangan terbaik secara ekonomis, yaitu didasarkan pada kriteria produksi minyak perhektar, mutu minyak, pertumbuhan vegetatif dan daya tahan terhadap penyakit tajuk serta ganoderma (Fauzi, 2007).

Dalam usaha membudidayakan kelapa sawit, masalah pertama yang dihadapi oleh pengusaha dan petani yang bersangkutan adalah tentang pengadaan bibit. Kualitas bibit sangat menentukan produksi akhir jenis komoditas ini. Pada umumnya pengembangbiakan tanaman kelapa sawit dilakikan secara generatif, yaitu dengan bijinya. Cara ini memang umum dilakukan dan diangap paling gampang. Akan tetapi, pengadaan bibit dalam jumlah banyak dengan cara ini mengalami beberapa kendala, antara lain bahan bibit yang diperoleh sangat terbatas dan sangat bervariasi (Tim Penulis PS, 1997).
Prenursery diawali dengan menanam kecambah kelapa sawit ke dalam tanah pada kantong plastik atau (polybag) kecil hingga berumur tiga bulan. Mainnursery diawali dengan menanam biji yang sudah berumur tiga bulan (pindahan dari prenursery) kedalam polybag yang lebih besar hingga bibit siap ditanam di areal perkebunan, atau kiar-kira 9 bulan kemudian. Jadi waktu yang dibutuhkan pada pembibitan mulai penanaman kecambah hingga bibit siap ditanam di areal perkebunan kurang lebih adalah 12 bulan (3 bulan di prenursery dan 9 bulan di main nursery) (Hadi, 2004).
Produksi benih D x P adalah mirip dengan produksi jagung hibrida. Pada benih jagung hibrida, tetua dalam turunan yang telah mengalami jumlah besar generasi yang dimuliakan, sebagai contoh selfing dan sibbing. Sungguhpun demikian anggota dari setiap turunan secara genetic homozigot dan serupa. Pada pembastaran tumbuhan secara genetik sama tetapi heterozigot. Oleh sebab itu penanaman jagung varietas hibrida menghasilkan tanaman yang tetap seragam dalam bebagai aspek (Chin, 2006).
Pemuliaan dan seleksi kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) secara sistematik telah dimulai tahun1920 di Afrika dan Asia (Malaysia dan Sumatera) ketika spesies memulai di eksploitasi untuk minyak nabati sacara komersial (Internasional Confenrence , 1981).




Media Tanam


Bila tanah banyak mengadung banyak pasir, tanah ini kurang baik untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan atau (spesific surface) yang kecil, sehingga sulit menyerap atau menahan air dan unsur hara, sehingga pada musim kemarau mudah kekurangan air. Bila jumlah pasir tidak terlalu banyak, pengaruhnya terhadap tanah akan baik, karena cukup longgar, air akan mudah meresap, dan jumlahnya cukup dikandung tanah, udara tanah mudah masuk dan tanah mudah diolah (Hasibuan, 2006).

Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah, dan kedalaman permukaan air tanah. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada daerah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Tekstur tanah ringan dengan kandungan pasir 20 – 60%, debu 10 – 40%, dan liat 20 -50%. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal (Fauzi, dkk., 2007).

Jenis media tanam terdiri atas lapisan tanah yang terdiri atas tiga fase bahan – bahan padat, cair, dan gas. Fase padat menempati hamper 50% dari volume tanah, sebagian bagi adalah bahan organik yang terakhir adalah bagian yang dijumpai paling banyak pada tanah organik (Sianturi, 1991).

Tanah dengan 25% liatnya, maka liat ini akan lebih praktis dibandingkan dengan tanah yang mengandung 100% liat, yang terdiri dari mineral yang kaya hara esensial. Pada kasus lalu tanah – tanah berpasir biasanya berhubungan dengan kandungan unsur hara yang tinggi (Risza, 1994).
Kompos Azolla ( Azolla sp. )


Azolla adalah jenis tumbuhan paku air yang mengapung banyak terdapat diperairan tergenang terutama di sawah- sawah dan di kolam, mempuyai permukaan daun yang lunak mudah berkembang dengan cepat dan hidup bersimbiosis dengan Anabaena azollae yang dapat mengfiksasi nitrogen ( N2 ) dari udara. Azolla pinnata merupakan tumbuhan kecil yang mengapung di air, terlihat berbentuk segitiga atau segiempat. Azolla berukuran 2 - 4 cm, dengan cabang, akar rhizome dan daun terapug. Akar solit, mengapung di air, berbulu, panjang 1 – 5 cm dengan membentuk kelompok 3 -6 rambut akar. Daun kecil, membentuk 2 barisan, menyirap bervariasi, duduk melekat, cuping dengan cuping dorsal berpegangan di atas permukaan air dan cuping ventral mengapung (http://www.kehati.or.id , 2009).
Kegunaan azolla adalah: sumber N dapat menganti pupuk urea sampai 100 kg, pakan ternak/hijauan, pakan ikan, terutama ayam dan itik, menekan pertumbuhan gulma, tanaman hias, kontrol terhadap perkembangan nyamuk (http://kolamazolla.blogspot.com, 2009 a).
Kandungan unsur hara dalam azolla yaitu: N 1,96–5,30 % ; P 0,16 – 1,59 % ; K 0,31 – 5,97 % ; Ca 0,45 – 1,70 % ; Mg 0,22 – 0,66 % ; S 0,22 – 0,73 % ; Si 0,16 -3,35 % ; Na 0,16 -1,31 % ; Cl 0.62 - 0,90 % ; Al 0,4 -0,59 % ; Fe 0,4 – 0,59 % ; Mn 66 – 2.944 ppm ; Co 0,264 ppm ; Zn 26 – 989 ppm (http://kolamazolla.blogspot.com, 2009 b).
Azolla pinata tumbuh subur di daerah sawah dan kolam, salama ada air yang tergenang, tumbuhan paku ini dapat tumbuh subur. Azolla pinnata hanya tumbuh di daerah tropis. Bila sawah atau kolam tersebut kering maka Azolla pinnata akan mati. Azolla piñata termasuk dalam divisi Pterydophyta, yamg berarti paku- pakuan, jelas Azolla pinnata bereproduksi menggunakan spora (http:// syraru.com, 2009).
Manfaat Azolla sebagai pupuk alami penganti urea pelantaran tanaman tersebut mampu mengikat nitrogen dari udara. Nitrogen merupakan nutrisi utama bagi tanaman untuk menopang pertumbuhannya. Jumlah nitrogen yang diikat azolla melebihi kebutuhannya sendiri. Sehingga sebagian nitrogen dilepaskan ke lingkungan sekitarnya dan diserap oleh tanaman lain. Selain menghemat pupuk, tentu bermanfaat pula untuk memperbaiki tekstur tanah yang rusak akibat penggunaan pupuk kimia (http:// www.kr.co.id 2009).














BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl yang dimulai dari bulan Februari 2009 sampai dengan April 2009.

Bahan dan Alat


Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah benih kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) sebagai objek pengamatan, top soil, pasir, sub soil, pupuk kandang ayam ras sebagai media tanam, air untuk penyiraman, serta kompos Azolla (Azolla sp.) sebagai bahan pengganti sumber N.
Sedangkan alat yang digunakan adalah cangkul untuk mencangkul tanah, gembor untuk menyiram tanaman, polybag sebagai wadah penanaman, meteran untuk mengukur tinggi kecambah, dan jangka sorong untuk mengukur diameter batang kecambah.

Metode percobaan


Data percobaan dianalisis dengan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua faktor yaitu:
Faktor I : Media Tanam (M) dengan dua taraf yaitu:
M1: Top soil + Pasir
M2: Sub soil + Pupuk kandang ayam ras

Faktor II: Kompos Azolla (Azolla sp.) dengan 3 taraf yaitu:
A0: Tanpa kompos Azolla
A1: Diberi kompos Azolla 7 gram
A2: Diberi kompos Azolla 14 gram
Sehingga didapat 6 kombinasi perlakuan yaitu:
M1A0 M2A0
M1A1 M2A1
M1A2 M2A2
Jumlah blok : 3
Jumlah plot per blok : 6
Jumlah kecambah per plot : 2
Jumlah kecambah seluruhnya : 36
Dari hasil percobaan dianalisis sidik ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan model linier sebagai berikut:
Yijk= µ + βi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
dimana:
Yijk : nilai pengamatan pada media tanam ke-i, jumlah kompos Azolla ke-j, dan
pertumbuhan kecambah kelapa sawit ke-k
µ : Nilai tengah
βi : Efek media tanam ke-i
αj : Efek jumlah kompos Azolla ke-j
(αβ)jk : Efek interaksi antara media tanam ke-i dan jumlah kompos Azolla ke-j
εijk : Efek error yang disebabkan oleh media tanam ke-i, jumlah kompos
Azolla ke-j dan pertumbuhan kecambah kelapa sawit ke-k
Apabila data percobaan analisis tidak ragam berbeda nyata, akan diujikan dengan beda nyata jujur (BNJ) pada x = 5% .






















PELAKSANAAN PERCOBAAN

Persiapan Lahan

Lahan percobaan dibersihkan dari gulma dan dibuat plot sebagai tempat peletakan polibag, setelah plot selesai disekeliling bedengan dibuat pagar dan parit sedalam 30 cm.

Penyiapan Media Tanam

Pasir yang digunakan adalah pasir yang berasal dari laut, pasir dibersihkan dari bahan organik, dicampur dengan topsoil sesuai dengan perlakuan masing-masing. Kemudian media tanam campuran yakni pupuk kandang dicampur dengan topsoil sesuai dengan perlakuan masing-masing kemudian dimasukkan ke dalam polibag.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman


Penyiraman dilakukan setiap sore hari tergantung kepada kondisi kelembaban permukaan media tanam. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.







Penyiangan


Penyiangan dapat dilakukan dengan menggunakan alat yaitu cangkul atau dengan tangan pada saat gulma mulai tumbuh di media tanam maupun di areal penanaman.

Pemupukan


Pemupukan dilakukan pada tanaman sejak berumur 3 MSPT hingga 6 MSPT dengan menggunakan pupuk Nitroposka.

Pengamatan Parameter


Tinggi tanaman


Tinggi tanaman yang berkecambah sudah berumur 3 bulan, dihitung mulai dari permukaan tanah sampai bagian tertinggi dari tanaman.

Jumlah Daun (helai)


Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna. Perhitungan jumlah daun dilakukan sejak berumur 3 MSPT hingga tanaman berumur 6 MSPT dengan interval 1 minggu.

Diameter Batang (mm)


Batang tanaman diukur diameternya pada ketinggian 1 cm diatas permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter batang dilakukan sejak tanaman 3 MSPT hingga tanaman berumur 6 MSPT dengan interval 1 minggu.























HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari data pengamatan dan sidik ragam (lampiran 1 – 38) diketahui bahwa perlakuan media tanam berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 2 – 8 MST, jumlah daun 4 – 8 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 1 MST, jumlah daun 3 MST, diameter batang 4 – 8 MST.

Dari data pengamatan dan sidik ragam (lampiran 1 – 38) diketahui bahwa perlakuan kompos azolla berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 2 – 8 MST, jumlah daun 4 – 8 MST, diameter batang 6 – 8 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 1 MST, jumlah daun 3 MST, diameter batang 4 – 5 MST.

Dari data pengamatan dan sidik ragam (lampiran 1 – 38) diketahui bahwa interaksi antara media tanam dan kompos azolla berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 2 – 5 MST, jumlah daun 4 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 1, 6, 7, 8 MST, jumlah daun 5 – 8 MST, diameter batang 4 – 8 MST.

Tinggi Tunas (cm)
Dari data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan media tanam berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 2 – 8 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 1 MST. Kompos azolla berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 2 – 8 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 1 MST. Interaksi antara media tanam dan kompos azolla berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 2 – 5 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 1, 6, 7, 8 MST.

Rataan tinggi tunas kelapa sawit 8 MST (cm) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rataan tinggi tunas kelapa sawit 8 MST (cm) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla










Dari Tabel 1 diketahui bahwa perlakuan media tanam terhadap parameter tinggi tunas 8 MST tertinggi yaitu M1 (13,41) dan terendah M2 (12,79).

Dari Tabel 1 diketahui bahwa perlakuan kompos azolla terhadap parameter tinggi tunas 8 MST tertinggi yaitu A2 (12,61) dan terendah A0 (10,59).

Dari Tabel 1 diketahui bahwa interaksi media tanam dan kompos azolla terhadap parameter tinggi tunas 8 MST tertinggi yaitu M1A2 (19,66) dan terendah M2A0 (15,67).

Histtogram tunas kelapa sawit 8 MST (cm) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla dapat dilihat pada gambar 1.







Gambar 1. Rataan tinggi tunas kelapa sawit 8 MST (cm) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla







Jumlah Daun (helai)


Dari data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan media tanam berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun 4 – 8 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun 3 MST. Kompos azolla berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun 5 – 8 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun 3 MST. Interaksi antara media tanam dan kompos azolla berbeda nyata terhadap parameter, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun 4 – 8 MST.

Rataan jumlah daun kelapa sawit 8 MST (helai) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla dapat dilihat pada tabel 2.






Tabel 2. Rataan jumlah daun kelapa sawit 8 MST (helai) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla






Dari Tabel 2 diketahui bahwa pada perlakuan media tanam terhadap parameter jumlah daun 8 MST tertinggi yaitu M1 (2,15) dan terendah M2 (1,92).

Dari Tabel 2 diketahui bahwa pada perlakuan kompos azolla terhadap parameter jumlah daun 8 MST tertinggi yaitu A2 (1,89) dan terendah A1 (1,83).

Dari Tabel 2 diketahui bahwa pada interaksi media tanam dan kompos azolla terhadap parameter jumlah daun 8 MST tertinggi yaitu M1A1 dan M1A2 (3,00) dan terendah M2A0 dan M2A1 (2,50).

Histogram jumlah daun kelapa sawit 8 MST (helai) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla dapat dilihat pada gambar 2.














Gambar 2. Histogram jumlah daun kelapa sawit 8 MST (helai) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla







Diameter Tunas (mm)


Dari data pengamatan dan sidik ragam diktahui bahwa perlakuan media tanam tidak berbeda nyata terhadap parameter diameter batang 4 – 8 MST. Kompos azolla berbeda nyata terhadap parameter diameter batang 6 – 8 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter diameter batang 4 – 5 MST. Interaksi antara media tanam dan kompos azolla tidak berbeda nyata terhadap parameter diameter batang 4 – 8 MST.

Rataan diameter tunas kelapa sawit 8 MST (mm) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla dapat dilihat pada tabel 3.






Tabel 3. Rataan diameter tunas kelapa sawit 8 MST (mm) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla






Dari Tabel 3 diketahui bahwa pada perlakuan media tanam terhadap parameter diameter tunas 8 MST tertinggi yaitu M2 (0,80) dan terendah M1 (0,79).

Dari Tabel 3 diketahui bahwa pada perlakuan kompos azolla terhadap parameter diameter tunas 8 MST tertinggi yaitu A1 (0,77) dan terendah A0 (0,60).

Dari Tabel 3 diketahui bahwa pada interaksi antara media tanam dan kompos azolla terhadap parameter diameter tunas 8 MST tertinggi yaitu M2A2 (1,24) dan terendah M1A0 (0,87).

Histogram diameter tunas kelapa sawit 8 MST (mm) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla dapat dilihat pada gambar 3.












Gambar 3. Histogram diameter tunas kelapa sawit 8 MST (mm) dari perlakuan media tanam dan kompos azolla





Pembahasan
Pengaruh Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Kecambah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) D X P di Pre Nursery


Dari data diketahui bahwa media tanam berbeda nyata terhadap tinggi tunas dan jumlah daun kelapa sawit. Hal ini dikarenakan media tanam yang digunakan sangat sesuai dengan kebutuhan kelapa sawit dalam pertumbuhannya. Akar kelapa sawit dapat menyerap hara dari media tanam dengan baik karena ruang pori tanah yang baik. Hal ini sesuai dengan literatur Hadi (2004) yang menyatakan bahwa Jenis tanah berhubungan erat dengan plastisitas, permiabilitas, kekerasan, kemudian olah tanah, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerah geotropik tertentu. Akan tetapi akan berhubungan dengan adanya variasi yang terdapat pada sistem mineralogy reaksi tanah, maka ada ketentuan-ketentuan umum yang berlaku untuk semua jenis tanah

Dari hasil percobaan pada perlakuan media tanam terhadap parameter tinggi tunas 8 MST tertinggi yaitu M1 (13,41) dan terendah M2 (12,79). Begitu juga terhadap parameter jumlah daun 8 MST tertinggi yaitu M1 (2,15) dan terendah M2 (1,92). Hal ini disebabkan karena media tanam yang digunakan adalah pasir dan top soil dengan perbandingan 2:1, sehingga terjadi gabungan antara tekstur kasar dengan halus oleh top soil. Dimana tanah mampu menahan air yang cukup. Tekstur seperti ini adalah tekstur yang paling cocok untuk pertumbuhan benih. Hal ini sesuai dengan literatur Sianturi (1991) tanah juga harus mampu menahan air yang cukup dan hara yang tinggi secara alami maupun hara tambahan.

Pengaruh Kompos Azolla Terhadap Pertumbuhan Kecambah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) D X P di Pre Nursery

Dari data diketahui bahwa kompos Azolla berbeda nyata terhadap tinggi tunas, jumlah daun dan diameter batang kelapa sawit. Hal ini dikarenakan kompos Azolla sangat baik digunakan selain sebagai media tanam juga sebagai pupuk bagi tanaman karena kompos Azolla memiliki nisbah C/N yang rendah. Hal ini sesuai dengan literatur http:kolomozolla.blogspot. com/2008/07/manfaat tanaman azolla.html (2008) yang menyatakan bahwa penggunaan sebagai pupuk, selain dalam bentuk segar bisa juga dalm bentuk kering dan kompos. Dalam bentuk kompos ini, azolla juga baik untuk media tanam. Selain digunakan secara langsung, kompos azolla juga dengan pasir dan tanah kebun dengan perbandingan 3:1.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa perlakuan kompos azolla terhadap parameter tinggi tunas 8 MST tertinggi yaitu A2 (12,61) dan terendah A0 (10,59). Hal ini terjadi karena pada perlakuan yang diberi kompos azolla pertumbuhan kecambahnya jauh lebih baik dibandingkan dengan yang tidak diberi kompos azolla. Karena kompos azolla memliki N yang tinggi yang bepengaruh bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur http://kolamazolla.blogspot. com/2008-07-1 archieve.html (2008) yang menyatakan bahwa kegunaan dari kompos azolla adalah sumber N dan dapat menggantikan urea sampai 100 kg serta dapat menekan pertumbuhan gulma.

Interaksi Antara Media Tanam dan Kompos Azolla Terhadap Pertumbuhan Kecambah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) D X P di Pre Nursery

Dari data diketahui bahwa interaksi antara media tanam dan kompos Azolla berbeda nyata terhadap tinggi tunas dan jumlah daun kelapa sawit. Hal ini dikarenakan media tanam dapat bersatu dengan kompos Azolla dalam penyediaan hara bagi tanaman kelapa sawit. Kompos Azolla dapat terurai dengan baik pada tanah sehingga tanaman dapat menggunakan hara dengan baik. Hal ini sesuai dengan literatur http:kolomozolla.blogspot. com/2008/07/manfaat tanaman azolla.html (2008) yang menyatakan bahwa penggunaan sebagai pupuk, selain dalam bentuk segar bisa juga dalm bentuk kering dan kompos. Dalam bentuk kompos ini, azolla juga baik untuk media tanam. Selain digunakan secara langsung, kompos azolla juga dengan pasir dan tanah kebun dengan perbandingan 3:1.




KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Media tanam berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 2 – 8 MST, jumlah daun 4 – 8 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 1 MST, jumlah daun 3 MST, diameter batang 4 – 8 MST.
2. Kompos azolla berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 2 – 8 MST, jumlah daun 4 – 8 MST, diameter batang 6 – 8 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 1 MST, jumlah daun 3 MST, diameter batang 4 – 5 MST.
3. Interaksi antara media tanam dan kompos azolla berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 2 – 5 MST, jumlah daun 4 MST, dan tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tunas 1, 6, 7, 8 MST, jumlah daun 5 – 8 MST, diameter batang 4 – 8 MST.

Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan ini, benih yang digunakan harus bersertifikat dan penyiraman harus dilakukan secara teratur untuk mendukung pertumbuhan tanaman.




DAFTAR PUSTAKA

Chin, Soh Aik. 1989. Choice Of Planting Material. The Incorporate Society Of
Planters. Malaysia

Fauzi, Yan, dkk. 2007. Kelapa Sawit Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah
Analisis Usaha & Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta

Hadi, M.M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa.
Yogyakarta

Hasibuan, B.E. 2006. Ilmu Tanah. USU Press. Medan
http://kolamazolla.blogspot.com a. Kompos Azolla (4 April 2009)
http://kolamazolla.blogspot.com b. Kompos Azolla (4 April 2009)
http://syararu.com. Azolla. (4 April 2009)
http://www.kehati.or.id. Azolla. (4 April 2009)
http://www.kr.co.id. Azolla. (4 April 2009)
International Conference. 1981. The Oil Palm In Agriculture In The Eighties
Pahan, Iyung. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari
Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta

Risza. Suyatno, 1994. Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta
Sastrosayano, Selardi, 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta
Setyamidjaja, Djoehana. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya dan Pengolahan.
Kanisius. Yogyakarta

Sianturi, 1991. Budidaya Kelapa Sawit. USU Press. Medan
Soehardjo dkk. 1996. Vademecum Kelapa Sawit. PTP N IV (Persero) Bahjambi.
Pematang Siantar-Sumut

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan
Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakartakelapa sawit, kompos azolla

pengaruh penggosokan benih dan media tanam pada perkecambahan benih karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)

PENGARUH PENGGOSOKAN BENIH DAN MEDIA
TANAM PADA PERKECAMBAHAN BENIH
KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg)




LAPORAN




OLEH :

JUNITA SINAMBELA
070301054/BDP-AGRONOMI
16










LABORATORIUM AGRONOMI TANAMAN PERKEBUNAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
PENGARUH PENGGOSOKAN BENIH DAN MEDIA
TANAM PADA PERKECAMBAHAN BENIH
KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg)

LAPORAN

OLEH :

JUNITA SINAMBELA
070301054/BDP-AGRONOMI
16

Laporan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Praktikal Test
di Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan
Fakultas Pertanian Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh
Dosen Penanggungjawab



(Ir. Balonggu Siagian, MS)
NIP. 130 806 538


Diketahui Oleh:
Asisten Koordinator



(Eko Andi Pasaribu)
NIM. 040301001
Diperiksa Oleh:
Asisten Korektor



(Hayati Silalahi)
NIM. 040301037



LABORATORIUM AGRONOMI TANAMAN PERKEBUNAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
ABSTRACT
The objective of this experiment was to know effect of rubbed and media in growing of rubber seed. The experiment was conducted in Agronomi Tanaman Perkebunan I Laboratory Land, Agriculture Faculty, North Sumatera University with ± 25 m above sea level, from March to April 2009. The experiment used Randomized Complete Block Design (RAK) with 2 factors and 4 replications. The first factor was rubbed, with no rubbed and with rubbed. The second one was the media that consist of sand, sand and top soil, top soil. The experiment result showed that rubbed gave significant effect of presentation of seed, speed of seed growth, height of plumule. Media gave significant effect of speed of seed growth ang height of plumule. Interaction between rubbed ang media did’nt gave effect of all the parameter.

Key words : media, rubbed, seed


















ABSTRAK

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggosokan benih dan media tanam pada perkecambahan benih karet. Percobaan ini dilaksanakan di lahan percobaan Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan I Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada ketinggian tempat ± 25 m dpl dari bulan Maret sampai April 2009 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan dan empat ulangan. Faktor I adalah penggosokan, yaitu benih tanpa digosok, benih yang digosok. Faktor II adalah faktor media yaitu pasir, pasir dan top soil, top soil. Hail percobaan menunjukkan bahwa penggosokan benih berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan benih, laju perkecambahan benih, tinggi plumula. Media berpengaruh nyata terhadap laju perkecambahan benih karet, tinggi plumula. Sedangkan interaksi antara penggosokan dan media tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter.

Kata kunci : media, penggosokan, benih














RIWAYAT HIDUP

Junita Sinambela lahir pada tanggal 2 April 1989 di Medan. Anak pertama dari empat bersaudara. Anak dari Bapak P. Sinambela dan Ibu N. Manurung.

Adapun pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
SD Negeri 050721 di Gohor Lama Tamat tahun 2001
SMP Negeri 1 di Hinai Tamat tahun 2004
SMA Negeri 1 di Stabat Tamat tahun 2007

Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB pada pilihan pertama pada tahun 2007 sampai sekarang.
























KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Esa karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari laporan ini adalah “Pengaruh Penggosokan Benih dan Media Tanam pada Perkecambahan Benih Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)” yang merupakan salah satu syarat unutk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Balonggu Siagian, MS dan Ir. Charloq Nababan, MP selaku dosen mata kuliah Agronomi Tanaman Perkebunan serta kepada abang dan kakak asisten yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2009



Penulis



DAFTAR ISI
ABSTRACT i
ABSTRAK ii
RIWAYAT HIDUP iii
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan Percobaan 3
Hipotesis Percobaan 3
Kegunaan Percobaan 3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman 4
Syarat Tumbuh 5
Iklim 5
Tanah 6
Media Tanam 7
Penggosokan Benih Karet 8

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan 10
Bahan dan Alat 10
Metode Percobaan 10

PELAKSANAAN PERCOBAAN
Persiapan Media Tanam 12
Penggosokan Benih 12
Penanaman Benih 12
Pemeliharaan Tanaman 12
Penyiraman 12
Penyiangan 13
Pengamatan Parameter 13
Persentase Perkecambahan (%) 13
Tinggi Plumula (cm) 13
Laju Perkecambahan (hari) 13


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil 15
Pembahasan 20
KESIMPULAN
Kesimpulan 24
Saran 24

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN




























DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Rataan persentase perkecambahan benih karet (%) dari perlakuan
penggosokan dan media tanam 16

2. Rataan laju perkecambahan benih karet (hari) dari perlakuan
penggosokan dan media tanam 17

3. Rataan tinggi plumula benih karet 8 MST (cm) dari perlakuan
penggosokan dan media tanam 19

































DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1. Histogram persentase perkecambahan benih karet (%) dari perlakuan
penggosokan dan media tanam 17

2. Histogram laju perkecambahan benih karet (hari) dari perlakuan
penggosokan dan media tanam 18

3. Histogram tinggi plumula benih karet 8 MST (cm) dari perlakuan
penggosokan dan media tanam 20































DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal
Lampiran 1. Data persentase perkecambahan benih karet (%) 26
Lampiran 2. Sidik ragam persentase perkecambahan benih karet (%) 26
Lampiran 3. Data laju perkecambahan benih karet (hari) 26
Lampiran 4. Sidik ragam laju perkecambahan benih karet (hari) 27
Lampiran 5. Data tinggi plumula benih karet 3 MST (cm) 27
Lampiran 6. Sidik ragam tinggi plumula benih karet 3 MST (cm) 27
Lampiran 7. Data tinggi plumula benih karet 4 MST (cm) 28
Lampiran 8. Sidik ragam tinggi plumula benih karet 4 MST (cm) 28
Lampiran 9. Data tinggi plumula benih karet 5 MST (cm) 28
Lampiran 10. Sidik ragam tinggi plumula benih karet 5 MST (cm) 29
Lampiran 11. Data tinggi plumula benih karet 6 MST (cm) 29
Lampiran 12. Sidik ragam tinggi plumula benih karet 6 MST (cm) 29
Lampiran 13. Data tinggi plumula benih karet 7 MST (cm) 30
Lampiran 14. Sidik ragam tinggi plumula benih karet 7 MST (cm) 30
Lampiran 15. Data tinggi plumula benih karet 8 MST (cm) 30
Lampiran 16. Sidik ragam tinggi plumula benih karet 8 MST (cm) 31






PENDAHULUAN



Latar Belakang


Ferris pada tahun 1872 mengirimkan 2000 biji dari Brazilia ke Kebun Raya Kew di Inggris, kemudian tahun 1875. Kedua kiriman tersebut mengalami kegagalan. Selanjutnya Wikham pada tahun 1876 kembali dari Brazilia dan membawa 70.000 biji karet ke Kew. Sebanyak 2.397 biji berkecambah, kira-kira 1900 biji dikirim ke Srilanka, beberapa biji ke Malaysia dan hanya dua biji ke Kebun Raya Bogor, Indonesia. Salah satu pohon karet tersebut tumbang tahun 1962. Karet di Indonesia telah 120 tahun dan peringatan satu abad telah diadakan tahun 1976 (Sianturi, 2001).

Sejak tahun 1839 karet menjadi primadona perkebunan di daerah daerah tropis. Pada sekitar tahun itu pula Charles Goodyear menemukan vulkanisasi karet dengan cara mencampurkannya dengan belerang dan memanaskan pada suhu 120-130C. Alexander Parkes juga mengembangkan cara vulkanisasi ini. Penemuan tentang vulkanisasi memberikan inspirasi Dunlop pada tahun 1888 untuk membuat ban mobil yang selanjutnya dikembangkan oleh Goldrich (Setiawan dan Agus, 2005).

Dewasa ini karet merupakan bahan baku yang menghasilkan lebih dati 50.000 jenis barang. Dari produksi karet alam 46% digunakan untuk membuat ban dan selebihnya untuk karet busa, sepatu dan beribu-ribu jenis barang lainnya yang juga berbahan dasar karet (Setyamidjaja, 1993).


Produk karet merupakan komoditi ekspor yang sangat penting karena manfaatnya yaitu dapat diolah menjadi bahan baker dasar bagi kepentingan produksi barang-barang penting di dunia, seperti: ban kendaraan bermotor, campuran benang rayon, campuran bahan plastik, ebonite, dan lain sebagainya yang sangat diperlukan beberapa negara. Memang untuk mencukupi keperluan bahan karet dunia telah diciptakan karet sintetis, akan tetapi nilainya jauh lebih rendah dari bahan karet alam (Kartasapoetra, 1988).

Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia. Komoditas ini sudah dikenal dan dibudidayakan dalam kurun waktu yang lebih lama daripada komoditas perkebunan lainnya. Sayangnya, posisi Indonesia yang pada awal pembudidayaan karet merupakan penghasil karet utama di dunia sudah digantikan oleh Malaysia, yang sebenarnya masih belum lama dalam hal membudidayakan karet (Siregar, 1995).

Perlakuan pengasahan kulit biji benih yaitu dengan maksud untuk menipiskan kulit biji agar dapat mempercepat perkecambahan pada bagian spesies yang mempunyai kulit biji yang keras dan yang sangat keras dan ada yang sangat tebal (Sutopo, 1998).

Media tanam, hasil maksimal didapatkan jika di tanah – tanah subur, berpasir, dapat melakukan air dan tidak berpadas (kedalaman padas dapat ditolerir adalah 2 – 3 m. Tanah ulitisol yang kurang sudur banyak ditanami karet dengan pemupukan dan pengolahan yang baik (Setiawan dan Handoko, 2006).





Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari cobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggosokan benih dan media tanam pada perkecambahan benih karet ( Hevea brasiliensis Muell Arg.).

Hipotesis Percobaan


 Ada pengaruh penggosokan benih terhadap perkecambahan benih karet ( Hevea brasiliensis Muell Arg.).
 Ada pengaruh media tanam terhadap perkecambahan benih karet ( Hevea brasiliensis Muell Arg.).
 Ada pengaruh interaksi penggosokan benih dan media tanam terhadap perkecambahan benih karet ( Hevea brasiliensis Muell Arg.).

Kegunaan Percobaan


 Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
 Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.






TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman


Menurut Setiawan dan Agus (2005) klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.

Sistem perakarannya padat/kompak, akar tunggangnya dapat menghujam tanah hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m (Syamsulbahri, 1996).
Tanaman karet merupakan tanaman yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memeiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet arah tumbuhnya tanaman agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penulis, 1993).
Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3-20 cm dan tangkai anak daun sepanjang 3-10 cm dengan kelenjar di ujungnya. Setiap daun karet biasanya terdiri dari 3 anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing. Daun karet ini berwarna hijau dan menjadi kuing atau merah menjelang rontok. Seperti kebanyakan tanaman tropis, daun-daun karet akan rontok pada puncak musim kemarau untuk mengurangi penguapan tanaman (Setiawan dan Agus, 2005).
Tanaman karet adalah tanaman berumah satu (monoecus). Pada satu tangkai bunga yang berbentuk bunga majemuk terdapat bunga jantan dan bunga betina. Penyerbukannya dapat terjadi dengan penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang (Setyamidjaja, 1993).
Buah beruang tiga, jarang yang beruang empat hingga enam, diameter buah 3-5 cm dan terpisah 3,4 atau 6 cocci berkatup dua, perikarp berbatok, endokarp berkayu. Biji besar, bulat bersegi empat, tertekan pada satu atau dua sisinya, berkilat, berwarna coklat muda dengan noda-noda coklat tua, panjang 2-3,5 cm dan lebar 1,5-3 cm dan tebal 1,5-2,5 cm (Sianturi, 2001).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman karet adalah tanaman tropis, secara geografis tersebar diantara 100LU hingga 100LS. Zona paling cocok dan paling produktif adalah 60LU hingga 60LS. Penyebaran pertanaman karet sangat dipengaruhi oleh penyebaran hujan dan tinggi tempat dari permukaan laut. Itulah sebabnya, tidak semua propinsi di Indonesia memiliki perkebunan karet (Sianturi, 2001).
Karet termasuk tanaman daratan rendah, yaitu bias tumbuh baik di dataran dengan ketinggian 0-400 m dari permukaan laut (dpl). Di ketinggian tersebut suhu harian 25-300C. Jika dalam jangka waktu yang cukup panjang suhu rata-rata kurang dari 200C, tempat tersebut tidak cocok untuk budidaya karet. suhu yang lebih dari 300C juga mengakibatkan karet tidak bisa tumbuh dengan baik (Setiawan dan Agus, 2005).

Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2000 mm. Optimal antara 2500-4000 mm per tahun, yang terbagi dalam 100-150 hari hujan. Pembagian hujan dan waktu jatuhnya hujan rata-rata setahunnya mempengaruhi produksi. Daerah yang sering mengalami hujan pada pagi hari produksinya akan kurang. Keadaan iklim di Indonesia yang cocok untuk tanaman karet ialah daerah-daerah Indonesia bagian barat, yaitu Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah (Setiamidjaja, 1993).

Kelembapan nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata-rata berkisar antara 75-90 %. Kelembapan yang terlalu tinggi tidak baik untuk tanaman karet (Sianturi, 2001).

Tanah

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah baik pada tanah-tanah vulkanis muda ataupaun vulkanis tua, alluvial dan bahkan tanah gambut. Tanah-tanah vulkanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang cukup baik, terutama dari segi struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainesenya. Akan tetapi sifat-sifat kimianya umumnya sudah kurang baik, karena kandungan haranya relatif rendah. Tanah-tanah alluvial umumnya cukup subur, tetapi sifat fisisnya terutama drainase dan aerasinya kurang baik. Pembuatan saluran drainase akan menolong memperbaiki keadaan tanah ini (Setyamidjaja, 1993).

Untuk mengetahui kemampuan lahan sebaiknya diketahui kesesuaian tanah dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman karet untuk dapat memperoleh produksi dan keuntungan ekonomis yang optimal. Sifat fisis, kimia, dan fisiografis yang menjadi factor pembatas kesesuaian tanah untuk tanaman karet, yang diinginkan tanaman karet antara lain adalah tanah yang mempunyai lapisan padas lebuh dari 1m, jumlah pasir sama dengan liat, drainase baik, retensi air >150 cm/m, permebilitas sedang, pH 4,5, kemiringan tanah 0-8%, tidak banjir dan tidak ada stagnasi air (Sianturi, 2001).

Media Tanam

Bila tanah terlalu banyak mengandung pasir, tanah ini kurang baik untuk pertunbuhan tananaman. Tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan (specific surface) yang kecil, sehingga sulit menyerap atau menahan air dan unsur hara, sehingga pada musim kemarau mudah kekurangan air. Bila jumlah pasir tidak terlalu banyak pengaruhnya terhadap tanah akan baik karena cukup longgar, air akan mudah di serap dan cukup dikandung tanah, udara tanah mudah masuk dan tanah mudah diolah (Hasibuan, 2006).

Distribusi ukuran partikel dan kelas tekstur mempunyai korelasi dengan air, udara, unsur hara, mintakat perakaran, kemudahan diolah dan yang terpenting adalah masalah kesuburan. Sifat umum tanah sangat ditentukan oleh tekstur (Sutanto, 2005).

Jenis tanah berhubungan sangat erat dengan plastisitas, permeability, kekerasan, kemudahan olah, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerah geografik tertentu akan tetapi berhubungan adanya variasi yang terdapat dalam sistim mineralogi fisik tanah, maka belum berlaku untuk semua jenis tanah di permukaan bumi (Buckman dan Brady, 1982).

Media yang digunakan untuk penyemaian biasa hanya terdiri atas pasir saja tetapi kadang-kadang juga diberi campuran sekam padi, lumut yang telah membusuk, tanah gembur, kompos, topsoil, dan benih. Asalkan tanahnya gembur dan halus, sehingga akar baru yang keluar tidak terhambat pertumbuhannya (Widianto, 2000).

Partikel-partikel pasir yang ukurannya yang jauh lebih besar dan memiliki permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) dibandingkan dengan debu dan liat. Oleh karena itu, peranannya dalam mengatur sifat-sifat tanah, semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, semakin banyak pori-pori di antara partikel tanah dan hal ini dapat memperlancar gerakan udara/air (Hartman, et al., 1981).

Penggosokan Benih


Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Sebagai contoh, kulit biji yang impermiabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih- benih dari famili Leguminosae (Sutopo, 1999).
Benih yang mengalami dormansi biasanya disebabkan oleh: a) Rendahnya dan tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih (http://digilib.umm.ac.id, 2009).
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji dilakukan dengan cara penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok atau lainnya adalah cara efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeable dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002)(http://www.iptek.net.id, 2009).

Skarifikasi mencakup cara – cara seperti mengkikis atau menggoreskan atau menggosok kulit biji yang mengalami sumbat gabus dimana semua permiabel terhadap air atau gas (Lakitan , 2003).

Manfaat penggosokan benih adalah untuk memecahkan dormansi pada benih agar benih dapat berkecambah dengan baik karena benih yang memiliki kulit yang jeras harus dilakukan pemecahan dormansi untuk mempercepat proses perkecambahan baik dengan cara mengkikis ataupun mengikir kulit benih (Sadjad, 1993).







BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl yang dimulai dari bulan Februari 2009 sampai dengan April 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah stunp mata tidur karet klon IRM sebagai objek pengamatan, pasir dan topsoil sebagai media tanam, air untuk penyiraman, serta kertas pasir untuk menggosok benih karet.
Alat yang digunakan adalah cangkul untuk mencampur tanah, gembor untuk menyiram tanaman dan polibag sebagai wadah penanaman, meteran untuk mengukur tinggi plumula.

Metode percobaan


Data percobaan dianalisis dengan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua faktor yaitu:
Faktor I : Penggosokan benih (P) dengan dua taraf yaitu:
P1 : Benih tanpa digosok
P2 : Benih digosok hingga nampak mata embrio


Faktor II: Media Tanam (M) dengan 3 taraf yaitu:
M0 : Pasir
M1 : Pasir + Top soil
M2 : Top soil
Sehingga didapat 6 kombinasi perlakuan yaitu:
P0M0 P1M0
P0M1 P1M1
P0M2 P1M2
Jumlah ulangan : 6
Jumlah petak percobaan : 36
Jumlah benih per petak : 2
Jumlah benih yang dibutuhkan: 64
Dari hasil percobaan dianalisis sidik ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan model linier sebagai berikut:
Yijk= µ + βi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
dimana:
Yijk : Nilai pengamatan pada penggosokan benih ke-i, media tanam ke-j, dan
perkecambahan benih karet ke-k
µ : Nilai tengah
βi : Efek penggosokan benih ke-i
αj : Efek media tanam ke-j
(αβ)jk : Efek interaksi antara penggosokan benih ke-i dan media tanam ke-j
εijk : Efek error yang disebabkan oleh penggosokan benih ke-i, media tanam
ke-j, dan perkecambahan benih karet ke-k
Apabila data percobaan analisis tidak ragam berbeda nyata, akan diujikan dengan beda nyata jujur (BNJ) pada x = 5% .










PELAKSANAAN PERCOBAAN
Persiapan media tanam
Disiapkan polibag berukuran 10 kg dan diisi dengan media pasir (M0), pasir + top soil dengan perbandingan 2:1 (M1), dan top soil (M2).

Penggosokan Benih
Proses penggosokan benih dilakukan sebelum dilakukan penanaman. Dimana proses penggosokan bertujuan untuk memecahkan dormansi benih karet akibat kulit benih yang keras dan dilakukan dengan menggunakan kertas pasir sampai terlihat embrio.
Penanaman Benih
Benih karet ditanam di polibag yang diisi tanah sesuai dengan perlakuan, dan dimasukkan ke dalam polibag dan sebaiknya jangan ditanam terlalu dalam.

Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap sore hari tergantung kepada kondisi kelembaban permukaan media tanam. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.





Penyiangan


Penyiangan dilakukan setiap minggunya dengan cara mencabut gulma yang tumbuh pada polibag.

Pengamatan Parameter

Persentase perkecambahan (%)

Persentase perkecambahan diambil data berupa jumlah tanaman yang tumbuh dan dibagi jumlah seluruhnya dikalikan 100% dan data diambil setiap minggunya.
Jumlah tanaman yang tumbuh
Persentase Perkecambahan = x 100 %
Jumlah tanaman seluruhnya

Tinggi Plumula (cm)


Tinggi plumula dihitung dari plumula yang tumbuh sampai pada titik tumbuh.

Laju Perkecambahan (hari)
Laju perkecambahan diambil data berupa jumlah karet yang tumbuh. Nilai laju perkecambahan dapat diperoleh dari rumus sebagai berikut :
N1T1 + N2T2 + N3T3 + ........ + NnTn
Laju Perkecambahan :
T1 + T2 + T3 + .... + Tn



HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil


Dari data pengamatan dan sidik ragam (lampiran 1-16) diketahui bahwa perlakuan penggosokan berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet, laju perkecambahan benih karet, tinggi plumula benih karet 3-8 MST. Dan tidak ada parameter yang tidak berbeda nyata.

Dari data pengamatan dan sidik ragam (lampiran 1-16) diketahui bahwa perlakuan media tanam berbeda nyata terhadap parameter laju perkecambahan benih, dan tinggi plumula benih karet 3-8 MST. Dan tidak berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet.

Dari data pengamatan dan sidik ragam (lampiran 1-16) diketahui bahwa interaksi antara perlakuan penggosokan dan media tanam tidak ada parameter yang berbeda nyata. Dan tidak berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet, laju perkecambahan benih karet, tinggi plumula benih karet 3-8 MST.

Persentase Perkecambahan (%)


Dari data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan media tanam tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman, penggosokan berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet, dan interaksi antara penggosokan dan media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet.

Rataan persentase perkecambahan benih karet (%) dari perlakuan penggosokan dan media tanam dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rataan persentase perkecambahan benih karet (%) dari perlakuan penggosokan dan media tanam.





Dari Tabel 1, diketahui bahwa pada perlakuan penggosokan terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet yang tertinggi yaitu pada P1 (74,42%) dan terendah pada P0 (73,00%).

Dari Tabel 1, diketahui bahwa pada perlakuan media tanam terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet yang tertinggi yaitu pada M1 (65,78) dan terendah pada M0 (65,22).

Dari Tabel 1, diketahui bahwa pada interaksi perlakuan penggosokan dan media tanam terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet yang tertinggi yaitu pada P1M1 (99,67) dan terendah pada P0M0 (97,00).

Histogram persentase perkecambahan benih karet (%) dari perlakuan penggosokan dan media tanam dapat dilihat pada gambar 1.





Gambar 1. Histogram persentase perkecambahan benih karet (%) dari perlakuan penggosokan dan media tanam





Laju Perkecambahan Benih (hari)
Dari data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan penggosokan dan media tanam berbeda nyata terhadap parameter laju perkecambahan benih karet, Dan interaksi penggosokan dan media tanam tidak berbeda nyata terhadap parameter laju perkecambahan benih karet.

Rataan laju perkecambahan benih karet (hari) dari perlakuan penggosokan dan media tanam dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rataan laju perkecambahan benih karet (hari) dari perlakuan penggosokan dan media tanam



Dari Tabel 2, diketahui bahwa pada perlakuan penggosokan terhadap parameter laju perkecambahan benih karet yang tertinggi yaitu pada P0 (5,19) dan terendah pada P1 (3,13).

Dari Tabel 2, diketahui bahwa pada perlakuan media tanam terhadap parameter laju perkecambahan benih karet yang tertinggi yaitu pada M0 (4,29) dan terendah pada M1 (3,26).

Dari Tabel 2, diketahui bahwa pada interaksi perlakuan penggosokan dan media tanam terhadap parameter laju perkecambahan benih karet yang tertinggi yaitu pada P0M0 (7,77) dan terendah pada P1M1 ( 3,10).

Histogram laju perkecambahan benih karet (hari) dari perlakuan penggosokan dan media tanam dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Histogram laju perkecambahan benih karet (hari) dari perlakuan penggosokan dan media tanam





Tinggi Plumula (cm)

Dari data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan penggosokan dan media tanam berbeda nyata terhadap tinggi plumula benih karet 3-8 MST, dan interaksi penggosokan dan media tanam tidak berbeda nyata terhadap tinggi plumula benih karet.

Rataan tinggi plumula benih karet 8 MST (cm) dari perlakuan penggosokan dan media tanam dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan tinggi plumula benih karet 8 MST (cm) dari perlakuan penggosokan dan media tanam






Dari Tabel 3, diketahui bahwa pada perlakuan penggosokan terhadap parameter tinggi plumula benih karet 8 MST yang tertinggi yaitu pada P1 (28,33) dan terendah pada P0 (25,25).

Dari Tabel 3, diketahui bahwa pada perlakuan media tanam terhadap parameter tinggi plumula benih karet 8 MST yang tertinggi yaitu pada M1 (24,44) dan terendah pada M0 (23,00).
Dari Tabel 3, diketahui bahwa pada interaksi perlakuan penggosokan dan media tanam terhadap parameter tinggi plumula benih karet 8 MST yang tertinggi yaitu pada P1M1 (38,67) dan terendah pada P0M0 (32,33).

Histogram tinggi plumula benih karet 8 MST (cm) dari perlakuan penggosokkan dan media tanam dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Histogram tinggi plumula benih karet 8 MST (cm) dari perlakuan penggosokan dan media tanam




Pembahasan

Pengaruh Penggosokan Pada Perkecambahan Benih Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)



Dari hasil sidik ragam pada perlakuan penggosokan berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet, laju perkecambahan benih karet, tinggi plumula benih karet 3-8 MST. Dengan adanya proses penggosokan (skarifikasi), maka proses dormansi yang menghambat proses perkecambahan dapat dipecahkan sehingga benih dapat memperoleh air dan udara. Hal ini sesuai dengan literatur Sadjad (1993) yang menyatakan bahwa Manfaat penggosokan benih adalah untuk memecahkan dormansi pada benih agar benih berkecambah dengan baik. Karena benih yang memiliki kulit yang keras harus dilakukan pemecahan dormansi untuk mempercepat proses perkecambahan baik dengan cara mengkikis ataupun mengkir kulit benih (Sadjad, 1993).

Dari hasil percobaan diketahui bahwa pada perlakuan penggosokan terhadap parameter tinggi plumula benih karet 8 MST yang tertinggi yaitu pada P1 (28,33 sm) dan terendah pada P0 (25,25 cm). Hal ini disebabkan karena pada perlakuan P0 ini benih tidak dilakukan proses penggosokan. Dengan tidak adanya proses penggosokan, maka proses perkecambahan menjadi terhambat akibat kulit benih yang keras (dormansi) sehingga benih susah memperoleh air dan udara. Hal ini sesuai dengan literatur Sutopo (1998), yang menyatakan bahwa proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Perlakuan pengasahan kulit biji yaitu dengan maksud untuk menipiskan kulit biji agar dapat mempercepat perkecambahan pada berbagai spesies yang mempunyai kulit biji yang keras dan yang sangat tebal.

Pengaruh Media Tanam Pada Perkecambahan Benih Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)



Dari hasil percobaan diperoleh bahwa pada perlakuan media tanam terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet yang tertinggi yaitu pada M1 (65,78%) dan terendah pada M0 (65,22%). Ini menunjukkan bahwa top soil ditambah pasir mempengaruhi persentase perkecambahan benih karet , selain itu perkecambahan benih karet juga dipengaruhi oleh faktor keadaan lingkungan. Karena, kesesuaian tanah dan lingkungan yang serasi sangat baik untuk pertumbuhan tanaman karet. Hal ini sesuai dengan literatur Widianto (2000) yang menyatakan bahwa media yang digunakan untuk pengamatan bisa hanya terdiri atas pasir saja tetapi kadang-kadang juga diberikan campuran sekam padi, lumut yang telah membusuk, tanah gembur, kompos, top soil dan lainnya. Banyak media yang dapat digunakan untuk penanaman benih asalkan tanahnya gembur dan halus, sehingga akar tanaman yang baru keluar tidak terhambat pertumbuhannya.

Dari hasil percobaan diperoleh bahwa pada perlakuan media tanam terhadap parameter tinggi plumula benih karet 8 MST yang tertinggi yaitu pada M1 (24,44 cm) dan terendah pada M0 (23,00 cm). Hal ini disebabkan karena media tanam yang digunakan adalah pasir dan top soil dengan perbandingan 2:1, sehingga terjadi gabungan antara tekstur kasar dengan halus oleh top soil. Tekstur seperti ini adalah tekstur yang paling cocok untuk pertumbuhan benih. Tanah top soil dapat membantu pertumbuhan perkecambahan benih karet karena tanah top soil merupakan tanah yang subur yang diambil dari tanah pelapukan. Hal ini sesuai dengan literatur Setiawan dan Andoko (2005) yang menyatakan bahwa tanah untuk media tanah ini harus subur dan harus yang bisa diambil dari tanah pelapukan (top soil) dengan kedalaman maksimum 15 cm.

Pengaruh Interaksi Antara Penggosokan dan Media Tanam Pada Perkecambahan Benih Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)



Dari hasil percobaan diketahui bahwa pada interaksi perlakuan penggosokan dan media tanam terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet yang tertinggi yaitu pada P1M1 (99,67%) dan terendah pada P0M0 (97,00%). Hal ini disebabkan karena adanya penggosokan dan media tanam yang cocok bagi pertumbuhan tanaman karet. Karena penggosokan pada benih karet bertujuan untuk menipiskan kulit biji agar dapat mempercepat perkecambahan. Hal ini sesuai dengan literatur Sutopo (1998) yang menyatakan bahwa Perlakuan pengasahan kulit biji yaitu dengan maksud untuk menipiskan kulit biji agar dapat mempercepat perkecambahan pada berbagai spesies yang mempunyai kulit biji yang keras dan yang sangat tebal.










KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penggosokan berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet, laju perkecambahan benih karet, tinggi plumula benih karet 3-8 MST.
2. Media tanam berbeda nyata terhadap parameter laju perkecambahan benih, dan tinggi plumula benih karet 3-8 MST. Dan tidak berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet.
3. Interaksi antara penggosokan dan media tanam berbeda tidak nyata terhadap parameter persentase perkecambahan benih karet, laju perkecambahan benih karet, tinggi plumula benih karet 3-8 MST.

Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan ini, benih yang digunakan harus diketahui jenis atau klonnya.






DAFTAR PUSTAKA

Buckman, H.O. dan N.C. Brady.1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman.
Bhratara Karya Aksara. Jakarta

Hatrmann, H.T., J.William, Klackers, M.Anton dan Konfafrek. 1981. Plant
Science. Prentice Hall Inc. New Jersey

Hasibuan, B.E. 2006. Ilmu Tanah. USU Press. Medan

http://digilib.umm.ac.id. Diakses pada tanggal 4 April 2009

http://www.iptek.net.id. Diakses pada tanggal 4 April 2009

Kartasapoetra, A.G. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah
Tropik. Bina Aksara, Jakarta

Setiawan, D.H. dan Agus A. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet.
Agromedia Pustaka. Jakarta

Setyamidjaja, D. 1993. Karet. Kanisius. Yogyakarta

Sianturi, H.S.D. 2001. Budidaya Tanaman Karet. USU Press. Medan

Siregar, T.H.S. 1995. Teknik Penyadapan Karet. Kanisius. Yogyakarta

Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Kanisius.
Yogyakarta

Sotopo, L. 1999. Teknologi Benih. CV Rajawali. Jakarta

Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan. UGM Press.
Yogyakarta

Tim Penulis PS. 1999. Karet Strategi Pemasaran Budidaya dan Pengolahan.
Penebar Swadaya. Jakarta

Widianto, L. 2000. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. Penebar Swadaya.
Jakarta