Laman

Selasa, 12 Oktober 2010

hubungan empat (4) subsistem utama sistem agribisnis


HUBUNGAN EMPAT (4) SUBSISTEM UTAMA SISTEM AGRIBISNIS


 

TUGAS




OLEH:

JUNITA SINAMBELA/070301054
BDP - AGRONOMI





FAK PERTANIAN
















FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

PENDAHULUAN

Pengertian Sistem Agribisnis
Agribisnis merupakan cara baru melihat pertanian dalam arti cara pandang yang dahulu dilaksanakan secara sektoral sekarang secara intersektoral atau apabila dulu dilaksanakan secara subsistem sekarang secara sistem (Saragih, 2001). Dengan demikian agribisnis mempunyai keterkaitan vertikal dan antar subsistem serta keterkaitan horizontal dengan sistem atau subsistem lain diluar seperti jasa–jasa (finansial dan perbankan, transpotasi, perdagangan, pendidikan dan lain-lain).
Sistem agribisnis mencakup 4 (empat) hal. Pertama, industri pertanian hulu yang disebut juga agribisnis hulu atau up stream agribinis, yakni industri–industri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian seperti industri agro-kimia (pupuk, pestisida dan obat- obatan hewan), industri agro-otomotif (alat dan mesin pertanian, alat dan mesin pengolahan hasil pertanian) dan industri pembibitan/perbenihan tanaman/hewan. Kedua, pertanian dalam arti luas yang disebut juga on farm agribisnis yaitu usaha tani yang meliputi budidaya pertaniaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan kehutanan. Ketiga, industri hilir pertanian yang disebut juga agribisnis hilir atau down stream agribusness, yakni kegiatan industri yang mengolah hasil pertanian hasil pertanian menjadi produk olahan baik produk antara maupun produk akhir. Keempat, jasa penunjang agribisnis yakni perdagangan, perbankan, pendidikan, pendampingan dari petugas ataupun tenaga ahli serta adanya regulasi pemerintah yang mendukung petani. dan lain sebagainya. Dari empat unsur tadi mempunyai keterkaitan satu dan lainnya sangat erat dan terpadu dalam sistem. (Saragih, 2007). Dengan demikian pembangunan agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa sekaligus. Sampai dengan sekarang berdasarkan realita di lapangan pembangunan pertanian hanya sepotong-potong dan tidak dilaksanakan secara terpadu, koordinatif dan selaras.
Indonesia sebagai negara agraris dan dalam pembangunan pertaniannya tidak mempunyai daya saing yang kompetetif dalam era globalisasi saat ini karena belum memiliki industri perbenihan yang mampu mendukung perkembangan agribisnis secara keseluruhan. Menurut Saragih (2001) dalam membangun sistem agribisnis pada umumnya benih yang digunakan petani adalah benih memiliki kualitas rendah sehingga produksi dan kualitas yang dihasilkan rendah dan benih impor yang digunakan belum tentu dapat dan sesuai iklim indonesia. Petani Indonesia dalam mengembangkan usahatani agar menghasilkan produk yang memiliki daya saing yang tinggi, maka usahanya disesuaikan kondisi iklim dan topografi yang memiliki kekhasan sebagai daerah tropis, kekhasan ini perlu ditingkatkan mutu dan produktivitasnya. Kendala yang timbul pada pengembangan agribisnis pada umumnya antara lain sumber daya manusia dan teknologi, karena itu perlu adanya fasilitasi pemerintah dalam bentuk pendampingan.
Pengembangan agribisnis usahatani memiliki peluang dan prospek yang cukup besar dalam peningkatan perekonomian daerah dan pendapatan petani. Dalam hal ini pengembangan usaha tanaman budidaya cakupannya sangat luas dan bervariasi meliputi tanaman perkebunan, pangan, hortikultura, dll. Managemen agribisnis usahatani dalam pengembangan usahanya dilaksanakan melalui sistem agribisnis secara utuh dari semua subsistem dan saling terkait antara subsistem satu dan lainnya apalagi dalam era globalisasi seperti saat ini (Said, et al, 2001). Faktor kunci dalam pengembangan agribisnis usahatani adalah peningkatan dan perluasan kapasitas produksi melalui renovasi, menumbuhkembangkan dan restrukturasi agribisnis, kelembagaan maupun infrastruktur penunjang peningkatan dan perluasan kapasitas produksi diwujudkan melalui investasi bisnis maupun investasi infrastruktur. Kebijakan revitalisasi pertaniaan perikanan dan kehutanan adalah pengembangan agribisnis dengan fasilitasi/dukungan dari aspek tehnologi on farm dan off farm, investasi, mekanisasi pertanian dan promosi serta pengembangan yang disesuaikan lahan.
Menurut Said, et al, (2001) fungsi–fungsi agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, pengolahan, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usahatani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Dengan demikian agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistem pertanian yang memiliki beberapa komponen subsistem yaitu, subsistem agribisnis hulu, usahatani, subsistem pengolahan hasil pertanian, subsistem pemasaran hasil pertanian dan ditambah adanya subsistem penunjang, dan sistem ini dapat berfungsi efektif bila tidak ada gangguan pada salah satu subsistem.
Faktor pendukung keberhasilan agribisnis adalah berkembangnya kelembagaan-kelembagaan tani, keuangan, penelitian dan pendidikan. Usaha agribisnis dapat meningkatkan pendapatan petani bila dikelola dengan sumberdaya manusia yang cerdas dalam mengakses teknologi, informasi, pasar dan permodalan. Dengan kata lain produktivitas usahatani meningkat karena pengelolaan usaha tani yang baik.





















TINJAUAN PUSTAKA

1. Subsistem Sarana Produksi
Dalam pengembangan agribisnis usahatani sarana produksi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Menurut Said et al. (2001) Untuk mencapai eficiency input–input sarana produksi harus ada pengorganisasian dalam penerapan subsistem ini yaitu penerapan jumlah, waktu, tempat dan tepat biaya serta mutu sehingga ada optimasi dari penggunaan input–input produksi. Meningkatnya produksi dan pendapatan petani bila didukung adanya industri-industri agribisnis hulu yakni indutri–industri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertaniaan (the manufacture and distribution of farm supplies) seperti industri agrokimia (industri pupuk, industri pestisida, obat-abatan hewan) industri alat pertaniaan dan industri pembibitan/ pembenihan. Untuk daerah–daerah dekat lokasi petani ada kios–kios saprodi (Saragih, 2001). Agribisnis modern yang orientasi pasar, haruslah mampu menghasilkan produk–produk benih yang unggul dan sesuai agroklimat di suatu kawasan dan produktivitas komoditas, karena dalam mata rantai produk–produk agribisnis merupakan mata rantai yang sangat penting, berarti pembangunan industri–industri merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Produk impor benih yang marak beredar di Indonesia terutama benih sayuran yang belum tentu cocok di Indonesia. Sebagai contoh atribut mangga Arumanis yakni aroma, cita rasa, warna, kandungan vitamin, serat, dan ukuran ditentukan oleh bibit (Saragih, 2001).
2. Subsistem Budidaya
Tanaman budidaya tumbuh meliputi daerah yang luas mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi tergantung jenis dan sifat tanaman tersebut. Pengembangan agribisnis usahatani terutama untuk komoditas-komoditas potensial dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, produktivitas dan kualitas hasilnya sangat ditentukan oleh agroklimat, kondisi tanah, penggunaan sarana produksi, teknologi budidaya, pengolahan pasca panen, dan pengemasan serta pemasaran. Dalam pengembangan usaha agribisnis usahatani sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia dalam perencanaan sistem agribisnis dari proses penentuan lokasi dan jenis yang akan dikembangkan, sarana produksi, teknologi budidaya, pengelolaan pasca panen, peningkatan nilai tambah dan pemasaran. Menurut Rahardi (2005) agroklimat merupakan pertimbangan yang sangat penting dan merupakan faktor sukses dan tidaknya kegiatan agribisnis dibandingkan dengan faktor lainnya. Faktor agroklimat sulit untuk direkayasa dengan faktor penentu seperti sinar matahari, hujan, angin, kelembaban dan suhu udara. Sementara itu tanah yang tidak subur dapat dirubah menjadi subur. Selain daripada itu faktor tenaga kerja juga sangat menentukan berhasil dan tidaknya usaha agribisnis sayuran, demikian juga manajemen pengelolaan agribisnis. Kiat memulai agribisnis agar sukses pertama yang harus diidentifikasi adalah apa yang kita miliki lahan, atau ketrampilan serta modal, apabila yang dimiliki modal harus dicari informasi pasar, lahan, dan keahlian. Namun apabila yang dimiliki hanya lahan harus diupayakan informasi pasar, alternatif modal dan pemilikan keahlian dan bila yang dimiliki modal maka diperlukan data pasar dan lokasi kegiatan serta komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
3. Subsistem Pascapanen dan Pengolahan Hasil
Produk usahatani merupakan komoditas yang mudah rusak dan masih mengalami proses hidup (proses fisiologis). Dalam batas-batas tertentu proses fisiologis ini akan mengakibatkan perubahan-perubahan yang mengarah pada kerusakan-kerusakan atau kehilangan hasil. Kerusakan dan kehilangan hasil produk akan terjadi dan dapat menurunkan kualitas dan kuantitas yang terjadi pada tahap setelah panen sampai dengan tahap produk siap dikonsumsi, terutama untuk produk–produk hortikultura rata-rata kehilangan/kerusakan hasil produk ini kira-kira berkisar 25–40 persen. Kehilangan dapat diartikan sebagai akibat dari perubahan dalam hal ketersediaan, jumlah yang dapat dimakan yang akhirnya dapat berakibat produk tersebut tidak layak untuk dikonsumsi (Deptan, 2008). Faktor–faktor yang mempengaruhi kerusakan produk setelah panen akibat dari faktor biologi, faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan komposisi atmosfir). Oleh karena itu agar proses pasca panen tidak menurunkan kualitas perlu ada penganan pasca panen yang baik seperti saat pemanenan yang baik dan tepat yaitu dengan panen hati-hati agar tidak terjadi kerusakan fisik, panen saat masak yang tepat, dengan analisa kimia mengukur kandungan zat padat dan zat asam atau zat pati. Selain itu proses pemanenan dari panen, pengumpulan, pembersihan, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan dan transpotasi dengan metode dan teknik yang benar. Mutu produk tidak dapat ditingkatkan tapi dipertahankan (Muctadi et al, 1995). Sebagai contoh buah tomat akan masak saat berumur 70–90 hari setelah tanam dan sebaiknya dipanen saat pagi atau sore hari dan dilakukan sortasi terhadap buah yang rusak dan busuk serta dilakukan pembersihan dan pengemasan serta penyimpanan suhu dingin dengan kelembaban 95 persen, sebelum dipasarkan dan ada pemisahan antara buah masak dan kurang masak dan bawang merah siap panen umur 60 75 hari setelah tanam (ATM-ROC, 2004).
4. Subsistem Pemasaran
Kunci keberhasilan usaha tani agribisnis usahatani salah satunya adalah bagaimana mengembangkan peluang dan strategi serta mencari solusi adanya kendala dan masalah pemasaran komoditas pertanian. Kelancaran distribusi komoditas pertanian ini sangat perlu mengingat hal ini akan berpengaruh terhadap tersedianya pasokan dan terciptanya harga yang wajar. Disamping itu keamanan distribusi di era globalisasi menuntut terciptanya suatu sistem distribusi yang lebih efektif dan efisien serta harus mengutamakan selera kepuasan pasar atau konsumen domestik maupun global dengan demikian sayuran tersebut mempunyai nilai daya saing yang tinggi. Menurut Antara (2004) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara agraris, tetapi daya saing produk usahatani di Indonesia masih rendah. Daya saing rendah karena pembinaan pada petani hanya difokuskan pada bercocok tanam, masalah mutu yang diharapkan pasar baik pasar domestik maupun ekspor terabaikan, sehingga kurang kompetitif apalagi pada era globalisasi ini. Untuk itu peningkatan SDM dan fasilitas pemerintah dalam teknologi budidaya, pasca panen, dan peningkatan nilai tambah serta pengembangan pasar, sangat diperlukan terutamanya kegiatan pendampingan. Pengembangan pertanian haruslah secara profesional, artinya adanya pembangunan yang seimbang antara aspek budidaya, bisnis dan jasa penunjang. Penanganan produksi tanpa didukung dengan pemasaran yang baik tidak akan memberi manfaat dan keuntungan bagi petani. Menurut Mubyarto (1989) produk hasil pertanian dapat bersaing sempurna ada 4 faktor yang harus diperhatikan yaitu 1) hubungan antara jumlah pembeli dan penjual, 2) sifat barang yang diperdagangkan, 3) SDM yang dimiliki tentang mutu produk (sesuai permintaan atau tidak), 4) kebebasan dalam perdagangan. Pendapatan hasil produk dipengaruhi dari efisiensi biaya pemasaran.
 



















PENUTUP

Pendapatan Usaha Tani
Sistem agribisnis sebagai rangkaian kegiatan subsistem-subsistem yang saling mempengaruhi satu sama lain, untuk subsistem non usahatani yang memegang peranan yang sangat besar dalam sistem agribisnis di Indonesia maupun negara berkembang lainnya adalah layanan dalam bidang pengolahan dan pemasaran (Krisnamurti, 1992). Pendapatan per kapita dari kegiatan non usahatani tumbuh sekitar 14 persen per tahun sedangkan dari kegiatan usahatani hanya sekitar 3 persen per tahun yaitu dengan mengembangkan kegiatan fungsi–fungsi perdagangan (penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, sortasi, grading dan sebagainya).
Menurut Prawirokusumo (1990) ada beberapa pembagian pendapatan yaitu (1) Pendapatan kotor (Gross income) adalah pendapatan usahatani yang Belum dikurangi biaya-biaya, (2) Pendapatan bersih (net income) adalah pendapatan setelah dikurangi biaya, (3) Pendapatan pengelola (management income) adalah pendapatan merupakan hasil pengurangan dari total output dengan total input.
Input–input produksi atau biaya–biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi serta menjadi barang tertentu atau menjadi produk akhir, dan termasuk didalamnya dan termasuk didalamnya adalah barang yang dibeli dan jasa yang dibayar. Ada beberapa konsep biaya dalm ekonomi yaitu 1) Biaya tetap (FC), 2) Biaya total tetap (TFC), 3) Biaya Variabel (VC) dan 4) Biaya total variabel (TVC) serta Biaya tunai dan tidak tunai.
Biaya tetap (FC) yaitu biaya yang masa penggunaannya tidak berubah walaupun jumlah produksi berubah (selalu sama) atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi karena tetap dan tidak tergantung kepada besar kecilnya usaha maka bila diukur per unit produksi biaya tetap makin lama makin kecil (turun), yang termasuk biaya tetap dalam usahatani sayuran antara lain tanah, bunga modal, pajak, dan peralatan.
Biaya Variabel (VC) yaitu biaya yang selalu berubah tergantung                    besar kecilnya produksi. Yang termasuk biaya ini adalah : biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan, biaya panen, biaya pasca panen, biaya pengolahan dan              biaya pemasaran serta biaya tenaga kerja dan biaya operasional. Biaya tunai meliputi biaya yang diberikan berupa uang tunai seperti biaya pembelian pupuk, benih/bibit, obat obatan, dan biaya tidak tunai adalah biaya–biaya yang tidak diberikan sebagai uang tunai tetapi tidak diperhitungkan seperti biaya tenaga kerja keluarga (Prawirokusumo, 1990). Pendapatan kotor adalah sejumlah uang yang diperoleh setelah dikurangi semua biaya tetap dan biaya variabel dan pendapatan bersih dihitung dari pendatan kotor dikurangi pajak penghasilan.
Pendapatan usaha tani adalah besarnya manfaat atau hasil yang diterima oleh petani yang dihitung berdasarkan dari nilai produksi dikurangi semua jenis pengeluaran yang digunakan untuk produksi. Untuk itu pendapatan usaha tani sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan, biaya pasca panen, pengolahan dan distribusi serta nilai produksi.


Kerangka Pemikiran Teoritis
Keberhasilan pengembangan agribisnis usahatani secara umum sangat tergantung dari kemampuan sumberdaya manusia dalam mengembangkan sistem agribisnis dari subsistem agribisnis hulu/sarana produksi, subsistem budidaya          (on farm), subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran (off farm) serta subsistem penunjang yang diterapkan secara efektif dan efisien sehingga secara signifikan dapat meningkatkan pendapatan petani. Permasalahannya di Indonesia umumnya petani memiliki rata-rata lahan sempit, orientasi peningkatan pendapatan hanya pada kegiatan subsistem produksi (budidaya), kemampuan sumberdaya petani dalam pengembangan agribisnis usahatani yang digeluti rendah, inovasi tehnologi dan akses pasar rendah sehingga posisi tawar rendah. Di sisi lain pembinaan dan pendampingan pemerintah kurang, akibatnya pendapatan petani rendah.




















DAFTAR PUSTAKA

Antara, D. 2004. Pengembangan Usaha Hortikultura Pada Petani Kecil. Lokakarya Pengembangan Strategi Agribisnis Faperta UNUD Jurusan Sosial Ekonomi tanggal 30-31 Juli 2004.

ATM-ROC. 2004. (Agricultural Technical Mission To Indonesia), Budidaya Sayuran. Balitbanghort (Balai Penelitian Hortikultura).

Deptan. 2008. Sistem Usahatani Berwawasan Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Puslitbangtan).

Krisnamurti, B. 2001. Pengembangan Agribisnis Berskala Kecil. Kumpulan Pemikiran Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Pustaka Wirausaha Muda. Jakarta.

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.

Muctadi, D. dkk. 1995. Penanganan Pasca Panen Dalam Meningkatkan Nilai Tambah Komoditas Pertanian. Prosiding Seminal Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran, Balitsa Bogor tanggal 24 Oktober 1995.

Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Usahatani. BPIE. Yogyakarta.

Rahardi, F. 2003. Cerdas Beragrobisnis. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Said, E.G. dan Intan, A.H. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Saragih, B. 2001. Pengembangan Agribisnis Dalam Pembangunan Nasional Menghadapi Abad ke 21. Diakses dari http://PengembanganSistemAgribisnis.

                  . 2001. Suara Dari Bogor Membangun Sistim Agribisnis, Yayasan USESE & Sucofindo. Jakarta.

                   . 2007. Agribisnis Paradigma Baru Pertaniaan. Agrina Yayasan Mulia Persada Indonesia. Jakarta.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

comment please...